Puisi Terakhir Karya Bethink

Info Populer 2022

Puisi Terakhir Karya Bethink

Puisi Terakhir  Karya Bethink
Puisi Terakhir  Karya Bethink
PUISI TERAKHIR
Karya Bethink

Pagi ini hujan  mengguyur deras  Ibukota Jawa Tengah. Seakan langit tak mengizinkan orang-orang  untuk berkativitas di luar rumah. Begitu yang  dirasakan Ardi. Mahasiswa semester atas yang rencananya hari ini akan mengajukan topik skripsi di  kampusnya. Dia masih bergelut dengan selimut dan batal di atas  kasur  yang empuk.  Menikmati suasana  syahdu yang  diciptakan gemericik hujan  yang begitu  romantis.

Tiba-tiba Ardi berdiri dari, matanya melotot lebar. Sembari tersenyum aneh beliau turun  dari  tempat tidurnya. Menuju meja daerah  ia menaruh laptopnya, membuka lantas menyalakannya. Krusor ia arahkan ke softwereMs. Word, dengan penuh semagat ia mengetik karakter menjadi kata, kata menjadi kalimat, kalimat menjadi bait. Bait? Ya di sedang menulis puisi. Sebagai orang yang berzodiak Capricornus, Ardi memang sosok yang sedikit romantis.

Hujan, Semarang 14 Desember 2015
Gemericik bisikanmu membangunkanku Kekasih
Bangun dari buah mimpi jelek semalam
Terbayang samar akan masa depan terburuk

Kekasih, tampiasmu mengotori dinding putih menjadi coklat
Tapi itu menunjukan romantisme yang begitu hangat
Menghangatkan pikiran kacau wacana kehilangan yang sudah dekat

Ardi mengshutdown laptopnya, menunjukan ia telah selesai menulis. Kemudian ia menyadarkan punggungnya di sandaran kursi. Kepalanya ia dongakan ke atas, mengamati langit-langit kamar kosnya. Sekejap ia menutup mata, menikmati bunyi hujan yang baginya begitu merdu. Terbayang kemudian tragedi kemarin.

“Jujurlah kepada ibumu,” kata seorang laki-laki berbadan tinggi, berkulit putih, kepada perempuan yang ada di depannya.
“Apa yang harus saya katakan?  Apa kehendak ibuku itu pasti, bila A ya harus A!"
“Setidaknya bila harus berakhir, landasan hubungan ini bukan sebuah kebohongan. Aku tidak mau berakhir ibarat ini, setidaknya kita sudah mencoba meyakinkan ibumu dan memertahankan hubungan ini.”
“Baiklah saya akan mencoba,” perempuan itu luluh. Apa yang dikatakan kekasihnya itu ada benarnya. Namun, beliau berpikir apakah berani berbicara wacana hal ini kepada ibunya.
Pria itu yaitu Ardi. Dan perempuan yang diajaknya berbicara yaitu kekasihnya, Asti. Hubungan mereka hampir memasuki usia tiga bulan. Namun, halangan terberat mereka sudah menghadang. Restu orangtua.

Ibu Asti yaitu perempuan yang berpendirian teguh. Apa yang telah ditentukan maka itu yang harus dilakukan. Sebenarnya sudah satu bulan yang kemudian Asti disuruh putus dengan Ardi.  Namun, ia tak menyeritakannya kepada Ardi. Asti sudah mencoba memertahankan hubungan dengan membawa Ardi kerumahnya, dengan alasan menemaninya ke resepsi ijab kabul tantenya. Namun, alasanan gotong royong yaitu semoga ibunya  luluh akan kesungguhan akan hubungan mereka. Tapi apa daya semua tak berlaku di hadapan ibunya.

Sampai sebulan kemudian Ardi merasa ada keganjilan pada Asti. Hingga alhasil ia memaksa Asti menyeritakan semuanya. Hari ini mereka berjanji akan bertemu di danau buatan daerah mereka dulu mengikat komitmen setia. Ardi telah siap dengan semua keputusan yang akan disepakati. Jika harus berakhir, berakhir sudah. Cinta sejati yaitu wacana kesederhanaan, kenyamanan. Ia selalu berpikir ibarat itu. Jika memang cinta hanya menyakiti maka lepaskan.

Puisi Terakhir

Di ambang batas Kekasih
Aku memerjuangkanmu
Menyoba mengulurkan tangan
Menggapaimu...
Dekat, tanganku sudah dekat
“penganglah!” Teriakku
Kau hanya tersenyum                   
Udara yang kugenggam

Profil Penulis: -
Advertisement

Iklan Sidebar