Mawar Putih Karya Betry Silviana

Info Populer 2022

Mawar Putih Karya Betry Silviana

Mawar Putih Karya Betry Silviana
Mawar Putih Karya Betry Silviana
MAWAR PUTIH
Karya Betry Silviana

Sore kali ini terasa begitu sepi. Sejak tadi hujan turun tanpa henti membasahi bumi. Dari balik jendela, terlihat beberapa orang nekat menerjang hujan yang turun begitu derasnya. Mereka tampak hirau dengan baju mereka yang lembap kuyup. Mereka terus saja menerjang derasnya air hujan dengan payung yang mereka bawa. 

Desi tampak asyik berkutik dengan laptopnya. Jemarinya terus menari-nari di atas tuts laptopnya, sementara kedua matanya terpaku pada layar kaca. Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan dari pintu depan rumahnya. Ia pun terpaksa berhenti memencet tuts-tuts laptopnya dan buru-buru mematikan laptopnya. Dengan malas beliau melangkahkan kakinya menuju pintu depan rumahnya.

Desi tak mendengar lagi bunyi ketukan pintu depan rumahnya. Dengan ragu beliau membukakan pintu. Kedua matanya terlihat sedang menerawang sekitar rumahnya. Tak ada siapa pun di sana, yang ada hanyalah setangkai mawar putih yang tergeletak sempurna di depan rumahnya. Desi segera memungut mawar putih itu dan masuk ke dalam rumahnya. Desi tak heran lagi dengan kiriman setangkai mawar putih itu. Sudah seminggu ini Desi menerima kiriman setangkai mawar putih di depan pintu rumahnya. Entah dari siapa mawar putih tersebut. Tak ada nama ataupun surat yang tertinggal. Desi tak mau ambil pusing dengan hal tersebut. Ia pun menyimpannya di dalam kamarnya.

***

Pagi-pagi sekali Desi sudah berada di sekolah. kedua langkah kakinya melangkah cepat memasuki kelas. Saat beliau akan duduk, perhatiannya terhenti pada setangkai mawar putih di atas mejanya. 

“Hoi!” tegur Lisda dengan bunyi yang mengagetkan.

Desi menoleh kaget pada sahabatnya itu. beliau terlihat kesal pada Lisda yang sudah mengagetkannya itu.

“Mawar putih dari siapa itu?” tanya Lisda dengan senyum kecil di wajahnya.
“Nggak tau. Tau-tau sudah ada di mejaku,” jawab Desi menatap resah pada setangkai mawar putih itu.
“Cieee… yang punya pengagum rahasia,” goda Lisda.

Kedua mata Desi seketika terbelalak. Ia tak sengaja melihat dari beling jendela kelas, Dani sedang berjalan menuju kelasnya. Buru-buru beliau simpan mawar putih itu di laci mejanya. Lisda yang menyadari kedatangan Dani pun hanya tertawa kecil melihat tingkah sahabatnya itu.

“Kalian berdua lagi ngobrol apaan? Kelihatannya asyik banget,” ucap Dani tiba-tiba. Ia kemudian duduk di dingklik yang berada sempurna di hadapan Desi.
“Dan, tampaknya kau bakal punya tentangan nih. Kamu tau nggak, ternyata kini Desi....” Desi pribadi mendekap lisan Lisda supaya berhenti bicara.

Dani menatap resah pada Desi. Tak biasanya beliau bersikap menyerupai itu pada Lisda. “Emangnya kini Desi kenapa? Sakit? Kalau sakit sebaiknya kau ke UKS aja!” ucap Dani cemas.

Desi tersenyum menatap Dani yang sangat perhatian padanya. Belum sempat Desi menjawab, bel sekolah tanda masuk telah berbunyi. Dani buru-buru pergi meninggalkan Desi yang masih mendekap lisan Lisda. Desi segera melepaskan dekapan tangannya pada lisan Lisda. Terlihat terang di matanya, Lisda sangat kesal padanya. Selama beliau erat dengan Desi, gres kali ini beliau melaksanakan hal itu padanya. Desi hanya menyunggingkan senyumannya yang di buat semanis mungkin. Ia kemudian berkata, “Maaf ya, Lis!”

Kali ini Desi merasa heran. Biasanya beliau menerima setangkai mawar putih di depan pintu rumahnya saja, tapi hari ini beliau mendapatkannya di kelas. Ini niscaya dari orang yang sama! Tapi bagaimana mungkin orang itu tahu sekolah bahkan mejaku? Pikirnya bingung. Desi tak ingin pusing. Ia kemudian duduk bagus menunggu kedatangan Bu Gina di kelas.

***

Mawar Putih Karya Betry Silviana

Akhirnya bel sekolah tanda pulang berbunyi nyaring. Semua murid berbondong-bondong meninggalkan sekolah. Seperti biasa Desi berjalan kaki menuju rumahnya alasannya jarak rumah dan sekolahnya tidak terlampau jauh. Langkah kakinya tiba-tiba terhenti. Kedua bola matanya melihat ada seorang pria yang keluar dari pagar rumahnya. Ia buru-buru menghampiri pria itu. Tapi sayangnya, pria itu pribadi pergi begitu melihat Desi hendak menghampirinya. Ia menatap absurd pada pria itu. Siang hari yang begitu terik dan panas, pria itu mengenakan jaket. Ia juga mengenakan masker epilog lisan dan topi yang hampir menutupi matanya yang menciptakan Desi tak sanggup melihat wajahnya.

Lagi-lagi setangkai mawar putih tergeletak di depan pintu rumahnya. Desi pun segera memungutnya. Desi merasa absurd dan juga bingung. Biasanya hanya setangkai mawar putih saja yang tergeletak di depan pintu rumahnya, tapi kali ini ada sebuah kertas hijau yang tertindih di atas mawar putih itu. desi pun membuka dan membacanya. “Aku sangat menyukaimu” begitulah isi surat tersebut. Tak ada nama ataupun inisial dari si pengirim. Desi mulai merasa risih dan takut. Ia pun segera masuk dan mengunci pintu rumahnya.

***

Desi terpaksa sendirian di rumah. Kedua orang tuanya mendadak pergi untuk menengok nenek yang sakit. Ia pun mencoba menghubungi Lisda sahabatnya. Tapi semenjak tadi nomor ponsel Lisda tak juga aktif. Desi tampak kecewa. Ia benar-benar ketakutan dan terpaksa harus menghabiskan malamnya di kamar.

Jam sudah memperlihatkan pukul 23.30. Desi tak sanggup tidur sama sekali. Jantungnya terus saja berdetak cepat. Tak biasanya beliau mencicipi hal menyerupai ini, apalagi jikalau terpaksa tinggal sendirian di rumah. Entah kenapa malam ini matanya tetap terjaga. Tak ada rasa kantuk yang menyergapnya sama sekali. Tiba-tiba beliau mendengar bunyi gaduh dari dapurnya. Ia pun mencoba memberanikan diri untuk menuju dapur. Dengan cemas dan takut, beliau melangkahkan kakinya menuju dapur.

Keadaan dapur masih sama sebelum beliau meninggalkannya ke kamar. Tak ada apa pun di sana. Bulu kuduknya seketika meremang. Ia pun tetapkan untuk kembali ke kamarnya. Baru beberapa langkah, tiba-tiba ada seseorang yang tiba menghampirinya. Ia tak sanggup melihat wajahnya. Laki-laki itu dengan bergairah menarik tangan Desi. Desi mencoba namun tak bisa. Suaranya tak sanggup keluar saking takutnya.

Langkah kaki mereka berhenti. Dalam kegelapan pria itu memperlihatkan setangkai mawar putih. Tiba-tiba cahaya lampu bersinar menerangi tempatnya berada. Alangkah terkejutnya Desi dengan apa yang ada di hadapannya ketika ini. Beberapa balon menghiasiruang depan rumahnya. Laki-laki itu kemudian mendekatkan mulutnya yang tertutup masker epilog lisan dan berbisik, “Selamat ulang tahun sayang.” Laki-laki itu kemudian membuka topi dan masker epilog lisan yang beliau kenakan. Lagi-lagi Desi di buat terkejut ketika melihat pria itu yaitu Dani pacarnya sendiri.

Desi tak sanggup berkata apa-apa. Perasaannya ketika ini bercampur aduk. Apalagi orang tua, Lisda, dan juga teman-temannya bangun di belakang dingklik dengan memegang masakan ringan bagus ulang tahun.

“Jadi tadi itu kerjaan kalian?” tanyanya senang.
“Tentu saja. Dan ini semua inspirasi dari pacar kau sendiri, Des,” jawab Lisda tersenyum.

Wajah Desi merona seketika. Apalagi sebuah kalung berbentuk D melingkar bagus di lehernya. Desi merasa sangat bahagia. Hatinya pun kini berbunga-bunga.

“Jadi selama ini kau yang ngirimin mawar putih itu di rumahku?”

Wajah Dani terlihat bingung. “Selama ini kau sanggup kiriman mawar putih?”

“Kamu nggak usah pura-pura, Dan! Aku tau, selama seminggu ini kau kan yang meletakkan mawar putih itu di depan pintu rumahku!” ucap Desi tak percaya.
“Nggak. Hanya kemaren di kelas dan pas pulang sekolah tadi saja ku letakkan setangkai mawar putih,” jawabnya tambah bingung.
“Benar kok, Des. Aku sendiri yang menemaninya meletakkan mawar putih itu kemaren di kelas,” lanjut Lisda menjelaskan.
“Kalau bukan Dani, trus siapa yang kirim?” Desi menatap resah ke arah Dani dan Lisda.

Mereka sama-sama mengeryitkan bahu, tanda tak tahu apa-apa mengenai hal itu. Desi pun merasa sangat bingung. Siapa yang selama ini meletakkan setangkai mawar putih itu? Pikirnya tambah bingung.

Profil Penulis:
nama : Betry Silviana
facebook : Betry Silviana
Advertisement

Iklan Sidebar