TULUS CINTA MUTIARA
Karya Dian Mutiara Ch
Senja ini, indah dan cerah. Namun tak secerah hari2 Tiara sedari semalan. Kalut, lesu dan tak semangat. Dia bangun gak keadaan mata bengkak, sembab alasannya yaitu semalam menangis. Menangis ingin menemui ayahnya, bahkan ingin menyusul kakeknya yang sudah usang tiada. Dia merasa tidak punya siapapun setiap sesosok laki2 yang beliau sayang marah.
Semua itu berawal dari kebiasaan mereka untuk mencar ilmu uji kompetensi dokter Indonesia yang sebentar lagi beliau hadapi sebagai syarat untuk mendapat surar izin registrasi. Ya, menjelang UKDI yang semakin dekat, Tiara dan Putra mencar ilmu bersama setiap malam melalui telepon. Minggu ini Tiara dan Putra mengikuti bimbingan di kampusnya. Dan malam harinya mereka tetap mencar ilmu menyerupai biasa.
Tibalah mereka pada program hitung menghitung. Putra meminta mencar ilmu mengenai perhitungan takaran obat. Tiara menyetujui, walau bahwasanya dalam hati beliau galau apa yang harus beliau lakukan. Sebab mencar ilmu menghitung tidaklah mudah. Butuh pertemuan langsung,bukan melalui telepon. Tiara menjelaskan sebisa mungkin yang beliau bisa. Dalam hatinya... Dia berpikir dengan keras, bagaimana caranya biar beliau sanggup menciptakan Putra paham mengenai penjelasannya.
Alhasil, apa yang dikhawatirkan Tiara terjadi. Putra tidak mengerti klarifikasi yang beliau jelaskan. Putra mengecilkan suaranya. Entah alasannya yaitu apa. Tiara pun kurang fokus, alasannya yaitu Tiara berinisiatif menyalin coretan klarifikasi beliau ke kertas gres biar lebih gampang dipahami Putra. Namun, alasannya yaitu hal itu, Putra mematikan telepon. Dia hambar di BBM dan berakhir dengan chat yang menyampaikan beliau murka di BBM.
T : maafkan aku,mas... Aku dr awal galau bagaimana cara menjelaskan ke kau krna melalui telepon. Aku bukan kesal ke kamu... Fokusq jg trpecah mas... Aku nulis catatan buat km... Maaf mas.. Aku gak becus...
P : kau egois ... kau gak pernah mengakui kesalahanmu, kau malaikat yaa? Aku memang lemah di hitung2an.. Aku mencar ilmu ke kau krna saya pikir kau bakal sabar. . Ternyata kau gak sabar...
T : bukan saya gak sbar mas... Aku galau cra menjelaskannya... Krna ini lwt telepon...
P : lewat telepon atau scra lgsg sama saja.
T : beda mas...beda...mas knpa gak mau ngrti aku? Tadi saja dikala bimbingan kau mngingtkan harapan kita untuk jd rekan di rumah sakit yang sama. Mas lupa itu?
P : bulshiet!!! maaf yaa .. Sudah menyita waktu belajarmu alasannya yaitu aku.
T : mas jangan berkata sprti itu... Trserh mas mau blg apa...bsk ikut bmbngn di kmpus...kalau mas ikut...aku ikut...kalau mas gak ikut...ya saya gak ikut... Niatku..impianku masih tetap... Aku mau berjuang bareng mas. Titik.
Chat terakhir dari Tiara hanya dibalas dengan 1 kata dari putra "DUSTA". Degg... Boleh marah... Tapi kata2 itu... Bukan sekali dua kali Putra menyerupai ini. Setiap marah...semua kata kotor .. Semua kata jahat beliau lontarkan... Tapi Tiara tetap nrimo padanya. Perasaan Tiara bukan main2 lagi. Entah... Mengapa sanggup sedalam ini, cewe penyuka warna orange ini pun tidak mengerti.
Hingga pernah suatu ketika... Ketika murka besar putra menyampaikan "kamu sudah dikata2in sma aku.. kau gak suka? Kalau gak suka, pergi aja!" Kata2 macam apa itu...??
Malam ini, Tiara mengingat semua ucapan jelek Putra. . . Dia bertanya pada dirinya sendiri, untuk apa beliau bertahan? Bukankah kalimat yang waktu itu sama halnya dengan mengusirnya pergi? Tiara oh Tiara... Kau bodoh.
Tiara tidak ingin menangis... Tapi setiap Putra menyakitinya dengan kata2nya, beliau ingat ayahnya... Ayah yang sangat beliau syang... Ayah yang gak pernah berkata bergairah padanya... Dan beliau juga mengingat almarhum kakeknya. Di penghujung napas terakhir kakek Tiara, mbah Trisno. Dia mencari Putra... Entah untuk apa. Itu yang menciptakan Tiara berat.
"Mbah... Kenapa mbah cari dia? Mbah suka sama dia? Mbah sepakat saya sama dia? Aku syang sma dia,mbah... Tp kini saya ingin ikut mbah... Aku takut di sini...", Tiara terisak2.
Malam ini, beliau menangis sejadi-jadinya... Tangisannya, airmatanya tumpah... Mengingat semuanya. Apa pun itu. Tak usang sehabis hujan tangisan itu, Tiara tertidur.
Mata bengkaknya tetap bertahan hingga senja ini. Dia berpikir... Apakah malam ini akan menangis lagi? Dia ingat perilaku Putra di kampus tadi. Putra cuek. Putra masih marah. Tiara tidak ada semangat jikalau putra terus menyerupai itu. Tiara bingung. Dia memutuskan untuk menghubungi Putra.
Ternyata benar, Putra masih marah. Marah, dan marah. Padahal tadi beliau berkata sudah memaafkan Tiara. Munafik. "Benarkah Putra munafik?" Tiara teringat kata2 temannya, Ana. Dia menyampaikan bahwa Putra akan meninggalkannya sehabis periode koass selesai. Ana mendengar eksklusif dari verbal Putra. Kembali beliau menangis... Lama....Tiara menangis...
Sreeetttt.... Kraaakkk... Tas kesayangannya sobek. Tiara bangkit, beliau menghapus airmatanya. Dia ambil secara paksa tasnya yang menggantung di tembok kamar kostnya. Dia memutuskan untuk pulang ke rumah,menemui ayahnya, penenangnya.
"Mas, Maafkan aku... Maafkan ketidaksempurnaanku... Aku menyayangimu"
=Sent= Pesan singkatnya terkirim.
***
Tiara berjalan di trotoar jalan yang masih ramai dengan orang berdagang. Dia perhatikan sekeliling.
*Kota ini masih ramai dan akan selalu ramai. Hilang 1 insan pun tak akan berpengaruh*
Tiara mengirim status di media sosialnya. Dia pergi dalam keadaan jiwa dan raga tidak menyatu. Dia berjalan sendiri. Hingga balasannya beliau tiba di persimpangan jalan yang belum pernah beliau temui. Tiara tersadar, beliau berjalan tanpa arah. Dia telah berjalan jauh ke luar dari sentra kota. Dia ingat Putra. Dia menelepon Putra. 10 kali tidak diangkat.
Langkah kakinya terhenti di bawah pohon besar di tepi jalan. Dia menoleh ke belakang. "seperti ada yang mengikuti" Tiara semakin takut. Kembali beliau menoleh ke belakang. Tiara melihat, dua orang laki-laki mabuk membuntutinya sedari tadi.
![]() |
| Tulus Cinta Mutiara Karya Dian Mutiara Ch |
Tiara eksklusif berlari, dua orang itu mengejarnya. Salah satu dari beliau berhasil meraih tangannya... Tiara meronta2 minta dilepaskan. Tiara ingat, beliau menyimoan bubuk lada di tasnya. Semprotan lada berhasil menciptakan cengkraman tangan salah satu laki-laki itu terlepas. Tiara berlari. Pria yang lain mengejarnya. Di depan, Tiara melihat pertokoan, beliau terus berlari berharap ada pertolongan.
"Awaaaassss" teriak seorang perempuan paruh baya... Cccrrriiiittt...... Kreeeekkkk kkkraaaakkkk... Bbbbrrrraaaakkk.... Bunyi ukiran aspal dan ban kendaraan beroda empat terdengar memekakkan telinga, disusul dengan bunyi hantaman kendaraan beroda empat dengan tembok pertokoan. Tiara. Dimana Tiara? Dia terlempar 1 meter dari tempatnya terakhir berdiri. Darah tergenang di sekitar tubuhnya. Beberapa orang mengerubunginya. Salah satu menelepon sumbangan medis. Tiara tak sadarkan diri.
***
00.05 WIB.
Putra gres selesai menonton pertandingan sepak bola, ia melihat handphone-nya. 10 panggilan tak terjawab dari Tiara. Dengan ketus beliau lemparkan handphonenya ke kasurnya. 10menit kemudian, ada nomor gres memanggil Putra...
X : selamat malam.
P : malam... Maaf, anda siapa?
X : apakah anda mengenal perempuan berjulukan Mutiara Meilestari? deegggg....
P : iya, benar. Maaf, anda siapa?
X : saya perawat IGD RSUD. Mutiara Meilestari mengalami kecelakaan. Dia tertabrak kendaraan beroda empat di Jalan Sedayu. Saya melihat nomor anda di panggilan terakhirnya. Jika anda mengenal pasien, segera tiba ke rumah sakit kami.
P : baik. Terima kasih.
"Tiara? Jalan Sedayu? Jauh sekali... Kenapa? Kenapa kau ada di sana? Apa yang kau lakukan? Tiara... Kau benar2..."
Pikiran Putra bercampur aduk. Dia mengambil jaket dan segera mengemudikan mobilnya menuju rumah sakit yang dimaksud.
***
Sesampainya di rumah sakit, Putra melihat ayah dan ibu Tiara. Mereka juga mendapat telepon dari rumah sakit. Putra segera masuk ke daerah Tiara di observasi sehabis mendapat izin dokter.
"Tia ... Bangun, Tia... Kamu kenapa ada jauh dr kost.anmu tengah malam begini? Kenala kau tidak memberi tahuku..." Putra menggenggam tangan Tiara yang masih belum sadar. Seakan mengerti bahwa itu org yang sangat beliau sayang... Tiara menggenggam tangan Putra.
"Tia... Kamu dengar aku? Kamu tahu ini aku? Bangun Tia... Bangun... Buka matamu... Kamu bilang kau kangen aku... Ayo bangun..." Putra mulai terisak...
"Put..." terdengar bunyi memanggil putra. Tiara sadar. Putra memanggil dokter. Dokter mengusut Tiara. Setelah itu, dokter mempersilahkan Putra menemani Tiara. Dokter berbicara pada orang renta Tiara.
"aa...aaaa....kkkkuuu..uuuuhh... Saaayyyy...yyaaannggg....kkkkaammm...mmmuuu...ppuuttt..."
"km gak usah ngomong Tia... Gak usah...istirahat..nanti aja kita ngobrol banyak wktu kau sembuh", Putra semakin memegang erat tangan Tiara sembari meneteskan airmata.
"Maa....aaaffff.... Aaakkk...kkuuu... Ttttiiiddd....dddaaaakkkk... Seemm..ppuurrn...nnaaa... Kkkaaaammmmuuuu... Hhhaaarrrruuussss... Bbaahhh...hhhaagggg...gggiii...aaahh... Ssseeennnyyyuummm yaaaaa..." Ucap tiara terbata-bata.
Putra tersenyum... Mengikui keinginan Tiara. Sedetik kemudian, tangan Tiara lunglai, mata Tiara perlahan tertutup.
"Tiiiaaa....Tiiaaaa.... Dokter... Dokter... Tiara, denyut karotisnya tidak teraba, dok..."
Sejurus kemudian, perawat IGD dan dokter IGD Melakukan basic life support. Setelah lima siklus resusitasi jantung paru dilakukan, Tiara tak kunjung kembali. Denyut jantungnya Asystole...
"Tanggal kematian 12 Mei 2016. Pukul 01.03 WIB", dokter memvonis Tiara meninggal.
"Tiiaaa... Tiiaaa... Tiiaaa... Bangun Tiaa.. Bangunn...maafkan aku...maafkan saya yang egois... Bangun Tia, kita mencar ilmu bareng lagi, yaa.. Kita ada bimbingan besok... Kita harus satu rumah sakit bareng Tia... Tiaaa... Impian kita belum terwujud... Bangun Tia..."
Percuma. Tiara sudah tiada.
***
"Putra...", Nimas sahabat Sekolah Menengan Atas Tiara menghampiri Putra sepulang dari pemakaman Tiara. Putra menoleh lesu.
"Aku punya sesuatu yang Tiara titipkan padaku satu hari sebelum beliau meninggal"
Nimas mengirimkan video yang dibentuk Tiara. Video wacana kenangan mereka. Video wacana foto mereka.
"Put, dia... Tiara... Sangat nrimo menyayangimu... Aku tidak tahu kau benar2 nrimo atau tidak dengannya. Yang saya tahu... Tia benar2 memperjuangkanmu... Simpan itu. Aku pergi dulu"
Putra tersadar. Keegoisannya membuatnya kehilangan seseorang yang memperjuangkannya. Ketulusan cinta mutiara, bertahan hingga akhir.
TAMAT
Profil Penulis:
Pernah menulis cerpen di loker seni dengan judul
TAK TERUNGKAP
AMPLOP JINGGA
TULUS CINTA MUTIARA ini cerpen dadakan??
Advertisement
