Tetanggaku, Pacarku Karya Rindi Mayasari

Info Populer 2022

Tetanggaku, Pacarku Karya Rindi Mayasari

Tetanggaku, Pacarku  Karya Rindi Mayasari
Tetanggaku, Pacarku  Karya Rindi Mayasari
TETANGGAKU, PACARKU
Karya Rindi Mayasari

Letih, itulah yang ku rasakan. Sembari merebahkan badan ini ku nikmati alunan music yang menyejukkan pikiranku.

“Taarrrrr!!!” 

Tiba-tiba terdengar terang pecahan beling dari luar. Aku pun turun untuk memastikan semuanya baik-baik saja. Dan…

“Woiii!, jangan kabur loe! Ganti rugi dulu!”. Teriakku pada 3 bocah yang berlari sesudah menciptakan beling mobilku berlubang.
“Ada apa mas? Kok teriak-teriak?’’. Tanya mbak Mitta yang telah mengabdi selama 9 tahun dirumah sederhanaku.
“Itu tadi Mbak, ada 3 bocah yang maen ketapel, terus kena beling kendaraan beroda empat Tara”. Jelasku pada Mbak Mitta.
“Waduuhh, kendaraan beroda empat ini jugakan belum final kreditannya Mas. Kok malah kacanya sudah retak berlubang begitu… hehehe”. Ledek Mbak Mitta.
“Ssstttt, jangan keras-keras Mbak, aib di denger  tetangga”. 
“Iya-iya. Mbak mau kedapur dulu ya”
“Ooh iya Mbak”.

Aku pun mulai sibuk menghubungi teman-temanku untuk mencari solusi dari problem gres ini. namun sia-sia, Mereka pun tak tahu apa yang harus diperbuat. Sedangkan Ayahku pergi ke Luar Negeri untuk beberapa ahad alasannya yakni ada Tugas dan Bunda turut serta Ayah.

Pagi yang cerah, temaniku mengendarai kendaraan beroda empat yang berlubang kacanya dibagian belakang itu dengan PD-nya ke kampus. Ditengah perjalanan, saya bertemu dengan seorang perempuan yang tak begitu menarik dan terlihat hirau dengan penampilannya sendiri.

“Tiiiinn….. kenapa Mbak motornya? Butuh pemberian enggak?”. Sapaku dengan niat memperlihatkan bantuan.
“Enggak usah, makasih”. Jawabnya dengan acuh.
“Cantik aja enggak, tapi jual mahal” gerutuku sambil tancap gas. Aku pun melanjutkan perjalanan dan meninggalkan Gadis itu sendirian di trotoar.
        
OSPEK hari kedua ini membuatku kewalahn sebagai senior. Bagaimana tidak, dari 736 seluruh penerima OSPEK dan 721 yang hadir pada hari kedua. ‘yang lainnya kemana?’ pikirku. Pada hari ketiga, Aku bersama senior yang lain menggiring seluruh penerima OSPEK menyusuri pantai yang tidak terlalu jauh jaraknya dari kampus. Sedangkan 15 orang yang tidak hadir pada hari kedua, diserahkan kepadaku dan Aldreany untuk mengadili dan member eksekusi yang pantas pada Mereka. Salah 1 dari Mereka terlihat tidak ajaib bagiku, dan saya menunjuknya sebagai yang pertama untuk di adili.

“Hei, kau yang berhijab!. Apa bantalan an kau kemarin tidak hadir di OSPEK hari ke-2?” tanyaku.
“Motorku mogok  kak”. Jawabnya tanpa ragu.
“Alesan aja! Skotjam 50 kali sekarang!”. Cetus Aldreany.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Gadis itu menuruti perintah Aldreny yang populer sadis itu. 
Ingin melarang Aldreany terlalu keras pada penerima OSPEK, tapi Aku tak ingin berdebat dengan Adreany di depan penerima OSPEK. 

Saatku berjalan menuju perpus yang mengharuskanku berjalan ±30 M dari Fakultasku, saya menemukan secarik kertas photo copy-an SKHU sementara dengan nama Geandra Shaffryta. ‘ah pastilah  ini milik Mahasiswa baru’ batinku.  Benar saja, dugaanku tepat.  Karena ketika itu juga seorang perempuan menghampiriku dan menanyakan photo copy-an miliknya. 

“Ooh, jadi ini punya…” belum final saya bicara, Gadis itu menyerobot kertas itu dari tanganku.
“Dasar, Junior enggak sopan loe!”. Teriakku.

Namun Ia tak menghiraukanku dan terus berlari menuju Gedung Teknokrat. Ternyata Gadis yang berjulukan Geandra itu yakni Gadis yang bertemu denganku di trotpar jalan menuju kampus dan juga yang telah diberi eksekusi perhiasan oleh Aldreany.

Siang itu, Ayah dan Bunda telah mendahuluiku menyentuh lantai rumah sepulang ku dari kampus. 

Tetanggaku, Pacarku  Karya Rindi Mayasari

“Bagaimana dengan kendaraan beroda empat barumu, Tara?”. Tanya Ayah sambil melahap sepotong buah yang di suguhkan Bunda. Sebelum menjawab, Aku duduk disamping Mereka terlebih dahulu.
“Maaf Ayah, Bunda, kemarin ada bocah maen ketapel terus batunya tepat kena beling kepingan belakang Asyantara. Sekali lagi maafin Tara ya Yah, Bun”. Jawabku  memohon.
“Huuufffttt…. Emang susah ya Bun punya anak lelaki yang ceroboh. Coba kalo kemarin pribadi di masukkan ke garasi, niscaya ketika ini mobilmu masih mulus”. Sindir Ayahku setengah menasehati.
“Yaa, itulah Anak laki Yah. Dikit-dikit ceroboh dan enggak berhati-hati, persis Ayahnya”. Ucap Bunda sedikit melirik Ayah. Sementara Ayah melotot kearah Bunda, tanda tidak baiklah dengan ucapan Bunda.
        
Seperti biasa, pagi ini Aku bersama Bunda berlari-lari kecil di sekitar kompleks perumahan kami. Ayah tak pernah mau diajak marathon bersama kami, terlalu hambar alasannya. Usai marathon, Bunda menghadang gerobak sayur diikuti tetangga-tetangga lainnya. Aku iseng menentukan beberapa jenis sayuran yang Akiu sukai. Kemudian tiba juga Geandra.

“Lho, kok kau disini?”. Tanyaku.
“Rumah Aku-kan disitu kak”. Jawab Gean simple sambil memperlihatkan rumahnya.
“Ooh”. Ucapku.

Ternyata Geandra yakni tetangga baruku yang rumahnya berseberangan denganku.
Kami pun sering berangkat bersama ke kampus, dan semakin bersahabat walau kerap kali berbeda pandapat.
Sebagai sahabat, Aku seringkali membuatkan kisah pengalamanku dengannya. Begitupun sebaliknya dengan Geandra. Aku pernah bercerita padanya, bahwa Aku sedang PDKT dengan sahabatku di satu Fakulatas namun berbeda angkatan. Geandra hanya tersenyum sinis dan tak lagi banyak bertanya.

Suatu ketika, ponsel Geandra tertinggal di mobilku. Ingin menyusulnya tapi.. agghh sudah terlalu jauh dirinya berlalu. Karena sedikit penasaran, Aku membuka satu persatu file di ponsel Giandra.
Tak ku sangka, Giandra mencurahkan seluruh isi hatinya di ponsel ini dan Aku senang sesudah membaca curahan hatinya yang sesungguhnya. Aku turun dari kendaraan beroda empat sesudah memarkirkannya dan mengejar Geandra yang terlihat akan menghampiri teman-temannya di seberang jalan yang tidak sepi kendaraan itu. Sebelum Geandra menyeberang, Aku memanggilnya.

“Gean……”. Tapi Geandra terlanjur melangkah ke jalan raya, hingga ditengah jalan raya Geandra menoleh kearahku dan……..  
“Pruussshhh!”. Kejadian itu berlangsung didepan mataku. 
“Dimana aku?” Tanya Geandra yang gres siuman dari komanya stelah 2 ahad lamanya.
“Gean, ada di Rumah sakit sayang”. Jawab Ibu Geandra.
 “Bu, kaki Gean kaku banget. Susah digerakin”.  Ucap Geandra. Kami hanya bengong dan tak bisa menjelaskannya pada Geandra.
“Bu, kaki Gean kenapa? Kenapa kak? Tante? Kenapa semuanya diam? “. Tanya Gean dengan sangat memohon kapada kami.
 “ Gean harus kuat. Gean enggak kenapa-kenapa kok. Gean hanya butuh waktu aja untuk tenang”. Jawabku menenangkan hati Geandra yang sedang kacau.
“Enggak! Kakak bohong! Kaki Gean kenapa? Gean kehilangan kaki kanan Gean ya? jawab kak! Kenapa semuanya diam? Kenapa?” desak Gean dengan derai air mata. Kami pun tak bisa membendung  air mata melihat keadaan Gean ketika ini. 
Tak mampu melihat Gean meronta-ronta  dengan keadaannya ketika ini, saya keluar untuk menenangkan pikiranku.  Aku berjanji pada diriku sendiri untuk selalu ada untuk Gean, alasannya yakni akulah penyebab Gean kehilangan kaki kanannya.

“Andai ketika itu saya tak memanggil Gean ketika beliau akan melintasi jalan raya, niscaya semuanya takkan terjadi”.  Gumamku meratapi bencana 2 ahad lalu.
“Sudahlah Asyantara, kau enggak patut meratapi semua itu. Toh itu juga bukan salah kamu. Gean aja yang kurang berhati-hati”. Ucap Aldreany yang membuatku semakin kesal dengan kehadirannya.

Setelah 3 bulan menikmati suasana Rumah, Geandra  sudah bisa berjalan memakai penyangga dan mulai kembali ke kampus. Aku selalu menemaninya kemanapun Geandra akan melangkah. Aku mengikuti di belakangnya ketika Ia akan pergi kekebun Rusa milik Fakultas kehutanan. 

“Kakak ini kenapa sih ngikutin Gean terus. Gean bisa sendiri kok”. Ucap Gean  terlihat kesal.
“Kakak Cuma pengen ada di samping kau Ge. Apa abang salah?”. Jawabku.
“Iya abang salah. Kenapa abang peduli sama aku? Kakak peduliin aja gebetan abang yang selama ini abang dambain!”. Ucap Gean dengan cetus.
“Ge, sebenernya orang yang waktu itu abang ceritain, yakni kamu. Kamu yang buat abang nyaman ada di samping kamu. Ge, kasih abang kesempatan untuk selalu ada buat kau seumur hidup kakak”. Jelasku pada Gean.
“Maksud kakak?”. Tanya Gean dengan lagak tidak mengerti.
“Iya, abang mau… Gean jadi kekasih kakak. Gean Mau kan?”.  Tanpa ragu sedikitpun saya mengungkapkan isi hatiku.
“Tapi kak, abang kan tau keadaan Gean. Gean cacat kak! Gean udah gak…”
“Sssstttt, jangan di terusin lagi. Gean tetap sempurna. Gean yakni gadis yang tegar. Harusnya abang yang minta maaf sama Gean”. Ucapku memotong perkataan Gean.
“Kakak enggak salah. Semua salah Gean”. 
“Enggak Ge. Sekarang pada dasarnya Gean maukan jadi kekasih kakak? Jangan bohongi perasaan Gean. Kakak akan berusaha buat bikin Gean bahagia”. Ucapku meyakinkan Gean.
“Jujur, Gean gak bisa bohong lagi bahwa sebenernya Gean juga udah jatuh hati sama abang dan kini Gean mau temani abang menyusuri hidup kakak’’. Jawab Gean dengan senyum yang tersipu malu-malu.
“Terimakasih Ge” . ucapku dengan senyuman senang yang tak bisa ku sembunyikan lagi.
         
End

Profil Penulis:
namaku Rindi Mayasari, begitupun dengan nama FB ku.
hobiku menulis dan membaca. terimakasih. 

Advertisement

Iklan Sidebar