Sekuat Hatimu Karya Savela Yulma Anggala Dewi

Info Populer 2022

Sekuat Hatimu Karya Savela Yulma Anggala Dewi

Sekuat Hatimu  Karya Savela Yulma Anggala Dewi
Sekuat Hatimu  Karya Savela Yulma Anggala Dewi
SEKUAT HATIMU
Karya Savela Yulma Anggala Dewi

Tragedi ini terjadi empat tahun lalu.  Terlahir dari keluarga pengusaha menciptakan diriku selalu dimanja.   Kedua orang tuaku selalu memperlihatkan apapun yang saya inginkan.  Mereka menyayangiku, tetapi saya tidak merasakanya. Aku tinggal di komplek dengan halaman luas ditumbuhi aneka macam tanaman. Pagar tinggi membatasi setiap rumah.   Lingkungan rumah selalu sepi membuatku semakin kesepian. Kedua orang tuaku pergi bekerja ketika saya belum bangun, dan pulang ketika saya terlelap tidur. Hanya hari libur saja saya sanggup bertemu mereka itupun jikalau tidak pergi ke luar kota. Rasa sepi di hatiku terbelenggu menjadi satu, kenyamanan, keceriaan yang kudamba sekarang kian sirna.  

Setiap hari saya merasa kesepian. Walaupun terkadang rasa sepi menerpa hatiku.  aku mempunyai sobat yang mengerti perasaanku, menghiburku dikala saya kesepian. Namun pagi ini beliau tidak terlihat. Bangkunya kosong, ketidakhadiranya menciptakan hatiku semakin sepi. Ketika saya berjalan kaki menuju rumah tidak sengaja saya melihat Rina sahabatku. Dia duduk sambil menundukan kepalanya di depan rumah. Segera saya menghampirinya.  

“Apa terjadi sesuatu?”tanyaku.  
“Orang tuaku bercerai.  ”jawabnya lirih.  

Sontak saya terkejut mendengar hal itu. Aku mencoba menenangkan Rina, tetapi ia terus menangis. Aku tidak menyangka hal itu terjadi pada Rina. Aku mengenal keluarganya semenjak kecil. Ayah, ibunya sangat baik, mereka selalu kompak dalam mengerjakan sesuatu.  Setelah Rina hening saya mencoba mengajaknya berbicara. Rina menceritakan jikalau kedua orang tuanya bertengkar. Permasalahanya yaitu ayah Rina mempunyai orang lain yang dicintai. Pertengkaran itu terjadi ketika Rina pulang sekolah. Saat ini ia benar-benar terpukul dengan perceraian kedua orantuanya. Begitu tega orang remaja menelantarkan perasaan belum dewasa yang belum mengerti arti sebuah perceraian. Mereka terlalu egois memikirkan hidup mereka, tanpa melihat efek mental bagi anak. Mereka tidak mengerti betapa terlukanya hati anak. Walaupun ini tidak terjadi padaku, tetapi saya mencicipi begitu terlukanya hati Rina. Butuh kerikil usang untuk menyembuhkan bekas luka tersebut.  

Perjalan ke rumah, saya hanya memikirkan kondisi Rina sahabatku. Mencoba berempati terhadapnya. Aku tidak sanggup membayangkan jikalau saya berada di posisinya. Kini kedua orang tuaku sibuk dengan pekerjaan mereka. Mereka tidak pernah memperhatikanku tumbuh menjadi pria tangguh. Setiap kali saya bertanya apakah mereka menyayangiku iya, kami menyayangimu hanya tanggapan itu. Setiap saya menyanyakan alasan mereka bekerja setiap hari, jawabanya yaitu uang yang kami hasilkan dari bekerja untuk kebutuhan hidupmu. Terkadang saya berfikir saya tidak membutuhkan uang saya hanya ingin kedua orang tuaku. Aku ingin mereka menyayangiku, menjagaku, mengasihiku. Aku ingin mereka menyaksikan saya tumbuh menjadi remaja tangguh. Rasanya sulit bertemu, melihat wajah mereka.  


Sesampainya di depan rumah, terparkir kendaraan beroda empat ayah dan ibu sepertinya mereka sudah pulang. Bergegas saya masuk, rasa senang tercurah di raut wajahku. Namun, ketika saya masuk rumah, semua barang-barang berantakan tidak tertata. Kemudian saya menaiki lantai dua menuju kamar ayah, ibu. Dari balik pintu kamar tampak ayah dan ibu bertengkar. Aku merasa ketakutan. Aku mendengar pembicaraan ayah, ibu.  Mereka melontarkan kata-kata bernafsu dengan nada tinggi. Teriakan dan tangisan ibu terdengar begitu keras. Ayah terlihat murka tidak sanggup menahan emosi. Batinku pedih melihat hal itu, sungguh ini sangat menyakitkan. Di balik pintu saya menangis melihat kejadian di depan mataku. Teriris hatiku, batinku amat terluka. Tercetusnya kata cerai dari bibir ibu, membuatku terkejut. Tidak sengaja aku, menjatuhkan guci di sampingku. Ayah, ibu menoleh ke arah suara, mereka gres sadar bahwa saya mendengar obrolanya. Aku berdiri, badanku bergetar, air mata mengalir menyesali kesedihanku. Disaat kedua orang tuaku menyadari kehadiranku, dengan penuh rasa ketakutan saya berlari menghindari mereka.

Gulungan awan hitam mewarnai langit.  Cahaya kilat mengejutkan pribumi.  Suara guntur bergema mengetarkan  bumi.  Rintik hujan mulai turun begitu deras. Aku berlari di bawah derasnya hujan, melarikan diri dari kenyataan. Betapa terlukannya hatiku mendengar kabar perceraian orang tuaku. Luka ini terlalu pedih, butuh waktu usang untuk menyembuhkannya. Berat batinku mendapatkan kenyataan ini. Aku terus berlari tanpa tujuan.  Hujan membasahi kota,  begitu juga diriku.  Ayah dan ibu terus mengejarku, memanggil namaku.  Namun, saya tidak mempedulikannya. Saat berlari di tengah jalan, tampak kendaraan beroda empat melaju kencang ke arahku.  Mobil itu seketika menabrakku, badanku menghantam bab depan mobil. Aku merasa melayang di udara kemudian jatuh terguling ke kasarnya aspal.  Mataku ingin terlelap, badanku terasa sakit. Aku terkapar penuh darah dengan dinginya hujan. Aku berterima kasih pada hujan, berkat hujan semua orang tidak mengetahui jikalau saya menangis.

Kecelakaan kendaraan beroda empat membuatku terbaring koma di rumah sakit. Saat itu dokter menciptakan dua pilihan saya tidak selamat atau saya tetap hidup, tetapi koma.  Keputusan tersebut menciptakan kedua orang tuaku terbebani. Terpaksa kedua orang tuaku mengeluarkan biaya cukup besar untuk mempertahankan hidupku. Selama satu tahun ayah dan ibu sabar menungguku bangun. Menurut dokter hanya kemauan pasien untuk bangun. Melihat kondisiku, dokter menyampaikan jikalau saya mempunyai kenangan jelek sebelum kecelakaan.  Kenangan jelek itu menghambat cita-cita untuk tersadar.  Namun, pada jadinya saya terbangun pada tanggal lima januari 2016.  Semua orang merasa senang dikala itu.  Aku senang alasannya yaitu sanggup melihat kedua orang tuaku rujuk kembali.

Matahari bersinar memamerkan cahayanya.  Gemulainya pepohonan memberi kesegaran hati. Hari ini saya kembali ke rumah. Sesampaiya di rumah saya terkejut alasannya yaitu taksi yang kunaiki berhenti di depan rumah lusuh tidak terawat. Ibu menjelaskan kalau rumah itu daerah tinggal baruku. Sontak saya terkejut, saya terbiasa tinggal di rumah glamor dan sekarang saya harus menetap di gubug kecil.  Kini kehidupanku berubah semua yang kumiliki telah hilang. Ayah gulung tikar semua uang dipakai untuk biaya rumah sakitku.  Saat itu saya merasa menyesal. Awalnya saya tidak sanggup mendapatkan keadaan ini, namun sahabatku Rina menyadarkanku ketika ia menjengukku. Kami mengobrol di teras

“Sadarlah, kedua orang tuamu menyayangimu. ” Ucap Rina
“Apa buktinya. ”jawabku.

Rina menjelaskan bahwa di dikala saya kecelakaan mereka menangis sepanjang malam.  Berdoa memohon pada tuhan supaya saya selamat. Ayah ibu merelakan pekerjaan demi merawatku. Mereka tidak bercerai alasannya yaitu sadar saya masih membutuhkan kasih  sayang.  Kedua orangtuaku merelakan hidupnya demi kesembuhanku. Mengetahui hal itu saya merasa bersalah kepada kedua orang tuaku. Lekas ku menghampiri mereka dan meminta maaf.

Kini saya tersadar kedua orang tuaku menyangiku. Walaupun kehidupanku tidak semewah dulu , tetapi saya lebih senang alasannya yaitu sanggup berada di samping ayah, ibu.  Tuhan jagalah kedua orang tuaku ibarat mereka menjagaku.

Profil Penulis:
nama saya savela yulma anggala dewi tinggal di Banjarnegara. sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Banjarnegara kelas 9. semoga bermanfaat.
facebook : savelayulmaanggala@yahoo. co. id
ig : @savelayulma
Advertisement

Iklan Sidebar