Nasib Baik Karya Ananda Syahendar Perdana

Info Populer 2022

Nasib Baik Karya Ananda Syahendar Perdana

Nasib Baik Karya Ananda Syahendar Perdana
Nasib Baik Karya Ananda Syahendar Perdana
NASIB BAIK
Karya Ananda Syahendar Perdana

Aku yakni seorang gelandangan, namaku Jaya Gunadi, setiap hari saya mencari sesuap nasi dengan mengais sampah. Dan setiap hari pula orang mengejekku dengan aneka macam sebutan yang menjijikan, sebut saja salah satu! Orang tak berguna? Orang tak punya pekerjaan? Orang sinting berjalan? Atau orang tiada arti?

Aku tak peduli dengan semua sebutan itu. Apa yang mereka miliki tidak membuatku iri. Yang membuatku duka hanyalah mereka punya daerah tinggal sementara saya tidak. Sejak lahir saya selalu sendiri, selalu sebatang kara, dan kau tahu? Itu sudah biasa buatku! Aku tidak tahu siapa ayah dan ibuku. Namaku ini diberikan oleh Mantino Gunadi, seorang nelayan yang merawatku sewaktu saya bayi, kemudian membuangku di pinggir jalan ketika saya balita.

Orang tahu namaku alasannya yakni si Gunadi brengsek itu selalu menyebut namaku sebelum membuangku. Dan saya tidak pernah meratapi itu. Tumbuh sebagai gelandangan cilik semenjak kecil membuatku kuat. Dan saya yakin suatu ketika saya akan bernasib baik.

Suatu hari saya melewati daerah orang kawinan dan melihat betapa bahagianya mereka di atas singgasana itu! Ya! Aku hampir menangis melihatnya, mereka saling mempunyai satu sama lain. Sedang siapa yang kumiliki? Adat apa yang kupunya? Lebih baik lagi pertanyaannya yakni "Siapa aku?".

Sesaat saya terpikir bahwa saya tak membutuhkan semua itu, namun ternyata saya tidak sanggup membohongi hatiku. Aku butuh identitas diri! Aku butuh tahu siapa saya dan mau kemana? Aku butuh pelukan kasih sayang dari seseorang! Seseorang yang mengenalku!

Tetapi siapa yang mengenalku? Siapa?! Tak seorangpun! Aku akan terus mencari siapa keluargaku yang bahwasanya tak peduli apapun yang terjadi! Mereka ada dimana? Dan mereka siapa saya tak tahu. Yang terperinci suatu hari saya niscaya menemukannya.

Di sisi lain ada seorang gadis anggun berjulukan Sabrina, ia yakni seorang anak dari pak Waluyo, seorang gemar memberi yang selalu membantu anak jalanan. Sabrina terlihat sangat peduli sekali padaku, ia muncul begitu saja di dalam hidupku suatu hari.

Rambutnya yang berwarna kekuningan dan panjang terurai itu seolah mengiringi sikapnya yang lembut padaku. Cantik! Berhidung mancung dan berambut emas! Itu pandangan pertamaku terhadapnya.

Tetapi itu semua tiada arti tanpa adanya sikapnya yang baik. Sikapnya yang baik itulah yang membuatku jatuh hati padanya. Namun saya ini siapa? Aku hanyalah orang yang tiada arti. Ayahnya pak Waluyo juga baik sekali padaku, mereka itu keluarga yang sempurna. Hanya saja suatu hari sepupunya, Tobias tiba dari Batam, dan ia pribadi memandangku sangat rendah.

"Kau ini hanya sampah, sampah yang membusuk di masyarakat!!" Begitu katanya dengan wajahnya yang seram itu.

Aku benci Tobias, ia memang jahanam, tapi ia benar, saya berpikir apakah saya ini hanyalah sampah di masyarakat? Aku berpikir untuk melompat dari jembatan, dan saya melakukannya. Aku tiba ke jembatan di dekat tempatku biasa mangkal dan saya berusaha untuk melompat dari jembatan yang panjangnya sekitar 40 meter dan di bawahnya terdapat ajaran sungai itu.

"Stop!!" Teriak sebuah bunyi ketika saya akan melompat.

Aku terhenti, langkahku menjadi sangat berat ketika bunyi yang manis itu mencegahku melompat.

"Kau tidak akan menuntaskan apapun dengan melompat.." Kata bunyi itu seolah peduli padaku.

Aku berusaha mencari sumber bunyi itu dan mulai menengok, hingga alasannya yakni menengok posisiku menjadi sangat lemah dan saya hampir terjatuh, sebuah pegangan tangan menangkapku dari belakang.

"Hati-hati!" Kata bunyi itu lagi.
"Terima kasih.." Kataku.
"Tak apa kok saya Ikhlas.." Kata wajahnya yang mendadak muncul di sampingku sambil tersenyum.

Gadis itu sangat manis sekali, matanya sangat besar dengan bola mata berwarna agak biru dengan rambut panjang yang agak bergelombang dan pakaian berwarna putih rapi menggunakan rok yang ibarat sekali dengan boneka.

"Aku Tina.." Katanya mengulurkan tangan padaku.

Aku mendapatkan uluran tangannya dan kamipun bersalaman.

"Aku jaya.. Jaya Gunadi.." Kataku gugup.

Secara mendadak tiba tiga orang berwajah kriminal, awalnya saya berpikir positif, tetapi secara mendadak pula mereka menjambret dompet milik Tina.

"Tolonggggggg.." Teriak Tina.

Lalu saya secara impulsif mengejar ketiga penjambret tersebut dan berhasil menuju salah satunya dan itu yang membawa dompet, saya memukul kepala si pembawa dompet, kemudian yang lain berusaha memukulku. Tapi saya dengan cepatnya menangkis dan membalas pukulan mereka bertiga, mereka bertiga jatuh tersungkur.

Tetapi entah apa yang merasukiku. si pembawa dompet terus kupukul dan kupukul hingga ia berdarah-darah, hingga darahnya menyiprat ke wajahku, saya terus memukulinya hingga beberapa orang yang lewat situ memisahkanku. Tidak terhitung betapa babak belurnya orang tersebut.

Tetapi semenjak ketika itu hubunganku dengan Tina menjadi dekat. Dia membawakanku masakan setiap hari, antara lain semur, rendang, dll. Semua itu ia masak sendiri hanya khusus untukku!Sebenarnya kami tidak saling berhutang apapun, alasannya yakni hutang kami sudah sama-sama impas! Tetapi gadis anggun ini, entah kenapa sangat perhatian padaku.

Kami ini semakin usang semakin erat saja. Bahkan terkadang ia menyuapiku. Aku sempat terpikir kekerabatan kami akan berlanjut hingga ke tingkat berikut. Tetapi saya juga ingat di sisi lain ada Sabrina yang juga tidak kalah peduli padaku.

Aku mulai khawatir akan sesuatu. akankah kedua perempuan itu bentrok?? Bentrok alasannya yakni diriku?? Lalu saya ini siapa? Pria tanpa status? Orang tak berguna? Bagaimana caranya dua perempuan terhormat memperebutkanku? Tidak mungkin..

Aku menyimpan pikiran itu dalam-dalam dan berusaha bersikap normal. Namun perilaku normal tidak ada dalam kamus kedua perempuan tersebut. Kedua perempuan anggun itu bertemu muka ketika Tina sedang menyuapiku, saya tahu menyuapi terlihat konyol, namun itu simbol keakraban kami. Nah.. Rupanya Sabrina cemburu akan itu, dan ia membanting rantang berisi masakan yang bahwasanya ditujukan untukku. Aku mengejarnya.

"Sabrina tunguuuuuuuuuu!!" Kataku mengejarnya.
Sabrina berbalik.
"Kau pilih ia atau aku?!" Katanya berteriak padaku.
"Aku tak mengerti maksudmu.." Kataku berusaha kalem.
"Sialan.." Kata Sabrina sambil melangkah pergi.
"Sabrinaaa.." Kataku sambil termangu sementara Sabrina melangkah jauh.

Sejak itu terjadi "perang dingin" antara Sabrina dengan Tina, mereka berdua saling berusaha memikatku, dan hebatnya dengan dandanan mereka yang semakin hari semakin cantik. Aku tidak tahu harus melaksanakan apa, saya sungguh tidak tahu!!!! Aku termenung di pojok jalan dan duduk terdiam. Sesekali saya menjambak rambutku sendiri sambil menyampaikan "Tidakkkkkk..". Aku tak tahu, tak ada jalan keluar dari semua ini. Dua gadis itu saling bertengkar. Bagaimana caraku memisahkan mereka? Aku tak tahuuuuuu. Aku selalu berusaha melaksanakan yang terbaik dalam hidupku dan ini bukan salah satunya. Aku, saya tak tahu lagi, saya pasrah, saya berserah diri saja. Nanti toh mereka akan baik sendiri. Aku bereaksi positif saja dan memang itulah yang harus kulakukan.

Tetapi reaksi positifku itu menjadi negatif ketika abang Sabrina yaitu Bryne ikut campur dalam urusan kami. Bryne mengancam Tina dengan pisau untuk meninggalkan kami dalam artian saya dan Sabrina, jadi saya dan Sabrina sanggup bersama. Aku tidak suka, sangat tidak suka apa yang dilakukan oleh Bryne. Tetapi apa dayaku? Siapalah saya dibandingkan dengan Bryne yang angkuh? Pria berotot besar itu sangat senang mengancam orang, bahkan hampir setiap orang ia ancam.

Aku masih bersabar atas itu, kalau saya kehilangan kesabaranku saya sanggup berbuat nekad. Tetapi ternyata memang kesabaranku telah diuji. Tina tidak mau mengalah untuk dekat denganku, menciptakan Bryne murka. Dia kemudian menusuk Tina di badannya ketika Tina sedang berjalan sendirian di lorong yang gelap. Tina tewas seketika. Membuat amarahku memuncak. 

Aku menemui musuh dari Bryne yaitu Nicolas yang dulu mantan temannya tetapi berbalik benci padanya. Kami merencanakan pembunuhan Bryne ketika itu juga. Aku kemudian menembak kepala Bryne sekali dan melarikan diri. Pistol yang kugunakan untuk menembaknya kemudian kuserahkan pada Nicolas untuk dihancurkan olehnya. Aku kemudian melarikan diri ke Pulau Dewata meninggalkan Jakarta yang kucintai, dan di sana justru saya bertumbuh besar.

Di Kota Denpasar di tengah keterpaksaan saya justru memulai karirku sebagai tukang cat, pertama saya bekerja untuk pak Rosyidin, dan ia puas akan kinerjaku kemudian mempromosikan saya ke temannya yang lain begitupun sahabat lainnya ke sahabat lainnya hingga jadinya saya sanggup membuka toko cat sendiri.

Dalam 10 tahun saya telah menjadi pengusaha sukses yang bergerak di bidang cat dan konstruksi, namaku kini yakni Bill Tetel, nama yang absurd berdasarkan sebagian orang, tetapi tidak untukku.

Di sisi lain, seorang Detektif Senior yang berjulukan Jun Khayalak ngotot menilik kasusku di Polresta Jakarta Selatan. Dia membuka kembali lembaran usang yang telah kututup.

Sebenarnya saya sudah hidup senang di sini, saya mempunyai seorang istri yang berjulukan Ina Natura yang kini menjadi Ina Tetel, seorang anak nelayan yang bertemu saya ketika saya menjadi tukang cat di rumah pak Somad, ia menerimaku apa adanya, ya.. apa adanya yang terlihat, bukan Jaya Gunadi dari Jakarta, tetapi Bill Tetel dari Denpasar.

Jun kemudian menemukan beberapa petunjuk yang mengarahkannya pada perencanaan pembunuhan atas Bryne.

Dia sangat cerdas sekali dan dalam sekejap sudah menemukan kaitan antara Tina-Sabrina-Pembunuhan itu. Dia kemudian bahkan memaksa Sabrina buka lisan dengan mengancam akan menjebloskan sang ayah ke penjara kalau ia tidak buka lisan siapa dalangnya.

Sabrina memang bodoh!! ia melindungiku alasannya yakni ia jatuh cinta padaku, padahal saya yang menghabisi kakaknya.. Sekarang ia akan membuatku "dihabisi" juga alasannya yakni ia "cinta" sang ayah. Habislah Nicolas. Sabrina buka lisan perihal apa yang dilakukan oleh Nicolas pada Bryne. Nicolas tahu itu. Dan ia lebih menentukan menembak kepalanya sendiri di depan anak dan istrinya di dalam rumahnya.

Nasib Baik Karya Ananda Syahendar Perdana

Kematian Nicolas memang tidak mengundang simpati siapapun alasannya yakni faktanya ia seorang pembunuh. Dan faktanya masyarakat yang hedonis ini tidak peduli akan nasib keluarganya. Aku mendengar isu itu dari Denpasar, awalnya saya sempat bersikap tenang, namun usang kelamaan nafsu menggerogotiku dari dalam. Aku kemudian menjadi garang membunuh Jun yang telah menciptakan Nicolas bunuh diri. Sainganku Jack Bull dari Kota Mataram mendengar kabar ini dan memanfaatkannya untuk memerasku. Dia membuatku muncul teratur dari beberapa proyek di NTB dan Singapura.

Aku kesal, namun Jack tak tersentuh. Aku tak sanggup menyingkirkannya alasannya yakni ia sama kuatnya denganku, begitupun Jun. Aku kemudian melampiaskan amarahku pada istriku yang lemah, kasihan sekali, Ina yang malang, ia harus menanggung beban hidupku padahal ia perempuan yang baik sangat baik.

Aku mulai sering memukuli istri tercintaku itu. Tidak hanya itu, saya juga mengkhianati perempuan berambut coklat itu dengan bermain pelacur, bahkan saya dekat dengan seorang pelacur berjulukan Santi yang paling sering kutiduri.

Tingkahku itu bukan hanya menciptakan istriku membenciku, tetapi keluarganya juga mulai mencari "masalah" denganku. Kakak iparnya yang seorang Lurah mulai menilik perihal diriku dan masa laluku.

Semua itu memang salahku sendiri! Bukan hanya dimusuhi oleh Keluarga istriku, namun saya juga diselidiki secara ketat oleh abang ipar Istriku yang Lurah.  Segera saja hal yang nantinya akan mengejutkanku tiba bertubi-tubi tetapi ini gres awalnya. Orang tuaku? Ingat dongeng yang kuceritakan? Ya! Orang tuaku yang tidak menginginkanku, Kakak ipar istriku yang lurah itu bukan hanya berhasil menilik masa laluku tetapi juga berhasil menemukan orang renta kandungku.

"Anda harus mengikuti permainan saya kalau ingin selamat.." begitu ancam si abang ipar.

Siapakah ayahku dan ibuku yang asli? Itulah kejutannya. Belum, belum sekarang. Kejutan berikutnya yakni si Gunadi brengsek itu, yang kini telah jadi juragan daerah pemancingan, ia mendatangiku entah darimana ia mendapat informasi tentangku, faktanya kalau Gunadi sanggup menemukanku, tinggal tunggu waktu sebelum Jun menangkapku.

"Nak, akulah ayahmu.." Ujar Gunadi brengsek itu padaku sambil menatap mataku.
"Tidak.. seorang ayah tidak akan membuang anaknya di pinggir jalan.." Kataku dengan ketus.
"Tapi saya sudah mencarimu kemana-mana nak.." Keluh Gunadi si brengsek.
"Oh ya?? Persetan denganmu.." Jawabku murka.

Aku kemudian menyuruh beberapa pengawalku menangkap Gunadi si brengsek dan membawanya ke sebuah gudang untuk diinterogasi. Di sana saya menyiksanya selama seminggu, selain untuk balas dendam, juga untuk mengorek informasi darimana ia mendapat informasi tentangku! Dia tidak mau mengaku, saya terus menyiksanya hingga ia tewas di tanganku!! Aku semakin panik, saya kemudian bekerja sama dengan germo dari Santi yang berjulukan Waidin, ia membantuku memutilasi jenazah Gunadi si brengsek dan membuangnya ke bahari penuh hiu.

Mayat Gunadi mungkin sudah hilang, tetapi rasa bersalahku tidak.. Aku mulai sering menangis sendiri di malam hari meratapi yang telah kulakukan. Sementara itu seorang bos gangster berjulukan Lucky yang menaungi Waidin meminta berafiliasi denganku, atau ia akan membongkar kasusku terhadap Gunadi! Dia memintaku berafiliasi dalam penjualan narkoba. Aku terpaksa berafiliasi dengannya dalam tekanan.

Saat itu seorang laki-laki renta berjulukan Brono muncul dalam kehidupanku, ia yakni seorang mantan pegawai negeri yang telah pensiun sekitar 12 tahun, usianya sekitar 70-an tahun. Brono kutemui pertama kali di warung kopi, ketika saya terluntang lantung tak karuan di jalan alasannya yakni tekanan berat, ia mentraktirku kopi yang membuatku hening dan rileks. Aku selain dekat dengan Brono juga menjadi dekat dengan pasangan suami istri Hamdan dan Hamidah, mereka seusia Brono, tetapi mereka tukang gosip. Kami berempat selalu menggosip ngalor ngidul setiap malam di warung kopi.

Pemilik warung itu juga baik padaku, namanya Asiang, singkatan dari nama Chen Fang Siang, ia perempuan renta yang sangat jujur. Hubunganku selain dengan mereka juga mulai berkembang dengan adik Brono, yaitu Mukidi dan anak Mukidi yang anggun jelita, Sanima. Aku mulai menjalin asmara dengan Sanima, dan Mukidi sepertinya oke saja. Padahal ia tahu saya sudah punya istri. Aku mulai senang kembali, bahwasanya bukan senang yang bahwasanya alasannya yakni saya tetap sering menampar istriku.

Ayah istriku yang nelayan itu mencoba menyuruh istriku utuk bercerai denganku tetapi ia menolaknya. Cinta! Begitu katanya. Astaga saya tidak mengerti para perempuan ini, mereka sangat bodoh! Kebahagiaanku mulai terkikis lagi ketika ada sebuah telepon bernada ancaman membongkar masa laluku berkali-kali menerorku. Aku tidak pernah bahagia.. Aku bertanya kenapa?

Mungkin penyebabnya saya sendiri, mungkin juga bukan, entahlah.. yang terperinci saya memang tidak senang dan tidak akan pernah bahagia. Sekali lagi saya mencoba menghabisi diriku sendiri, kali ini dengan pistol pribadiku sendiri.. Tetapi kali ini saya terlalu takut untuk mati. saya bahkan tidak hingga menarik pelatuk pistol yang telah kuarahkan ke mulutku itu.

Mendadak bunyi letusan pistol lebih dahulu terdengar, dan ternyata sesudah saya mengecek ke lantai bawah rumahku yang sangat luas itu, saya menemukan darah segar yang mengalir di lantai, rambut coklatnya penuh berlumuran darah, dan ia yakni istriku!!

Dia mengorbankan dirinya demi aku!! Aku menangis sekencangnya dan saya memeluk tubuhnya yang masih tetap mungil. Kejadian itu menciptakan si Lurah dendam kepadaku, saya tahu suatu ketika ia akan membunuhku. Dan saya tinggal tunggu kapan ia melakukannya. Aku tidak tahu lagi, saya bahkan tak tahu siapa diriku yang sebenarnya? Billy atau Jaya? Siapakah aku?

Itu menciptakan krisis identitas di dalam diriku. Tapi siapa peduli soal krisis identitasku? Siapa? Tak seorangpun! Karena tak ada yang peduli! Tetapi ketika saya sedang bersedih dengan pikiran ibarat itu, Brono tiba padaku dan menceritakan semua. Bahwa ayahku yang bahwasanya yakni Lucky, dan semua ini masuk di bawah rencananya. Dia memang ingin saya menjadi ibarat ini, dan bahwa dirinya yakni anak buah Jun yang dikirim untuk memataiku.

"Kenapa kau lakukan ini?" Kataku dengan sedikit haru.
"Karena saya peduli padamu nak.. Aku jugalah yang menyuruh Gunadi untuk merawatmu begitu tahu Lucky membuangmu.." Katanya dengan tenang.
"Jadi kau polisi? Kaprikornus semenjak dulu saya sudah diintai?" Aku menjawab dengan kaget.
"Diintai? Bukan hanya diintai, alasannya yakni baik Lucky dan kami para polisi memperalatmu!" Jawabnya.
"Bahkan Bryne yakni kepingan dari rencana, dan untungnya Jun atasanku tak tahu itu!" Katanya dengan wajah penuh penyesalan.
"Apa maksudmu?" Kataku semakin kaget.
"Maksudku yakni Bryne itu bekerja untuk Lucky dan Lucky memang menjadikannya tumbal untukmu.." Katanya lagi.
"Apa? Kalau kau tahu semuanya kenapa kau tidak memberitahu Jun?" Kataku dengan wajah memerah
"karena ia menganggapmu anaknya sendiri! Kata sebuah suara.

Lalu muncullah Jun.

"Kau pikir saya udik Bromm? Maaf Bromm itu nama orisinil si Broto ini bung.. Dia itu sudah semenjak usang menganggapmu sebagai anaknya sendiri.. "Kata Jun dengan kesal.
"Jadi semuanya adalah.." Aku semakin bingung.
"semuanya yakni planning dari Bromm, ia melindungimu semenjak awal dan bahkan mengirim Tina untuk melindungimu dari bahaya.." Katanya lagi.
"Tina bekerja untukmu??" Kataku kaget sambil memandangi Bromm.
"Ya.. ia anak buahku.." Kata Bromm dengan menunduk.
"Jadi hidupku ibarat sandiwara.. Kalianlah yang mengatur semuanya!" Kataku berteriak.
"Memang!!" Jawab Jun dengan kalem.
"Dan kalian semua membuatku berpikir saya tak mempunyai siapapun??" Kataku dengan mengamuk.
"Tahan dirimu nak! Aku perlu bantuanmu menghancurkan si Lucky keparat itu!" Kata Jun dengan menahan badanku yang menggila.
"Tak perlu! Aku di sini!" Kata Lucky mendadak muncul.
"Dasar kau keparat! Kau membuangku!" Kataku menyerang Lucky.

Aku berusaha memukuli Lucky, namun Jun menahanku dan memborgol tanganku.

"Bukan begitu caranya nak.. Biarkan aturan yang bekerja!" Katanya santai.
"Hukum? Hukumlah yang membuatku jadi maniak!" Jawabku ketus.
"Benar nak! Lihatlah.. alasannya yakni saya membuangmu kau lebih sukses daripada saya sekarang.." Kata Lucky dengan tersenyum.

Secara mendadak sebuah tembakan menembus dada Lucky dari belakang.

"Rasakan itu.. Karena kau, anakmu menciptakan saudaraku bunuh diri! Dasar pecundang!" Kata si Lurah yang ternyata menembak Lucky.
Lucky tewas seketika.
"Kau membunuh ayahku!" Kataku geram.
"Dan sebentar lagi kau juga akan menyusulnya!" Kata si Lurah.

Tetapi Jun menembak tangannya, si Lurah menusuk tubuh Jun dengan berlari. Jun jatuh tersungkur ketika si Lurah berusaha menusukku juga. Dan Bromm pasang tubuh untuk melindungiku, yang artinya ia yang tertusuk. Bromm terluka parah, dan di penghujung nafas terakhirnya ia masih sempat memelukku.

"Kau sudah ibarat anakku sendiri.." Katanya tersenyum.
"Dan kaulah ayahku yang sesungguhnya bukan si Lucky alasannya yakni kau selalu melindungiku!" Kataku meneteskan air mata.
"Bagus kini kau yang mati!" Kata si Lurah yang berusaha menusukku sekali lagi.

Secara mendadak pula muncul sebuah tembakan yang Mengenai si Lurah hingga tewas alasannya yakni mengenai tepat di kepingan jantungnya.

"Anak manis!" Kata si penembak yang ternyata Hamdan.
"Kau! Kenapa kau?" Kataku sedikit keras.
"Akulah yang merencanakan semua ini! Bagus kan?" Katanya berwajah bangga.
"Kenapa?" Tanyaku dengan wajah heran.
"Namaku yang bahwasanya yakni Hamdan Busi, saya yakni distributor pemda kota Batu." Katanya dengan memainkan pistolnya.
"Si Lucky ini dulunya yakni asistenku, tetapi ia berkhianat dan lari ke Denpasar, maka saya menjebaknya dengan seorang perempuan yang berjulukan Mirna.. Aku tidak mentolerir pengkhianatan.. Mirna mempengaruhi hidupnya, kemudian saya membunuh Mirna sesaat sesudah ia melahirkan, akan tetapi Lucky berhasil membawa kabur bayinya dan membuangnya di jalan alasannya yakni ketakutan.. Lalu kau dibawa oleh Gunadi dan kau tahu dongeng selanjutnya.. Yang jadi pertanyaanku yakni maukah kau menyerahkan cincin yang berisi isyarat belakang layar itu kepadaku.." Kataya dengan wajah menyeringai.
"Kau gila.. Kau gres saja membunuh ayah dan ibuku dan kini kau meminta sesuatu dariku!" Kataku dengan wajah penuh kebencian.
"Memang!" Katanya sambil menembak pahaku.
"Aduhhhhh!" Aku mengerang kesakitan.
"Enak kan? Cepatlah bosku si pegawai pemda menginginkannya kembali.." Katanya sambil menaruh pistolnya di mulutku.

Aku menggeleng alasannya yakni saya memang tak tahu apapun perihal cincin itu, namun mendadak saya ingat kalau Gunadi sering menggunakan cincin glamor padahal ia miskin dan mungkin saja itu cincin yang dimaksud.

"Baiklah selamat tinggal.." Katanya sambil berusaha menembak kepalaku.
"Tungguuuuuu.." Teriakku.
"Cincin itu ada simbol naganya?" Tanyaku ketakutan.
"Ya benar.. mana itu?" Katanya dengan wajah kesal.
"Sudah hilang.."
"Apa?"
"Ya hilang.. Aku membuangnya bersama jenazah Gunadi ketika saya memutilasinya." 
"Argghhhhhhhh" Katanya sambil menendang kerikil besar alasannya yakni kesal.
"Kau bodoh.. Gunadi seharusnya tidak kau bunuh, tolol!" Katanya.
"Maaf.. ampuni aku.." Kataku memohon.
"Tak terampuni!" Katanya berusaha menembakku.

Secara mendadak Bromm ibarat kerasukan sesuatu dan bangun menyerang Hamdan. Saat itu juga Jun menembak Kepala Hamdan dari belakang. Jun kemudian roboh dan tewas seketika. Begitupula dengan Bromm yang juga roboh.

"Ayah.. Ayah.." Panggilku.
"Nak.. kau sudah besar sekali.. sudah sangat besar.." Kata Bromm mengusap wajahku.
"Ayah.. kau ayah yang sangat baik.. kaulah ayahku yang sejati walaupun bukan secara biologis.." Kataku dengan wajah sedih.
"Te-ri-ma-ka-sih.." 

Lalu Bromm menghembuskan nafas terakhirnya.

"Nah itulah ceritaku sebelum hakim memvonisku 30 tahun penjara atas semua kesalahan yang telah kulakukan.." Kata Billy yang kini sudah sangat tua.
"Anda beruntung anda hanya menjalani 25 tahun.. dan setahun lagi anda bebas.." Ujar salah satu narapidana yang masih muda.
"Ya.. tapi harapanku tipis saya sudah hampir 60 tahun.. benar saya masih sanggup berbuat baik.. Tapi saya tidak punya impian sebanyak kalian yang masih 20-an.." Kata Billy.
"Ya.. kami mengerti.." Kata Para Narapidana muda yang mendengarkan dongeng Billy.

Sorenya ketika akan kembali ke selnya, Billy dikejar oleh salah satu penjaga penjara.

"Billy.. Ini titipan dari seseorang yang menyukaimu.." Kata si penjaga penjara.
"Siapa?" Tanya Billy.
"Jangan tanya.." Jawabnya.

Dia kemudian pergi menjauh sesudah menyerahkan sebuah bungkusan. Billy membuka bungkusan itu dan ternyata isinya cincin. Melihat itu Billy tersenyum.

Profil Penulis:
Penulis yakni politisi sangat kuat versi media online.

Advertisement

Iklan Sidebar