DIMANA LAGI AKU BISA MERASAKAN KEBAHAGIAAN?
Karya Tyas A
Susah untuk diungkapkan, susah untuk dijelaskan. Pikiran Dira bercampur aduk. Antara resah dan frustasi dikarenakan keempat cerpennya yang kukirim ke sebuah media online belum lolos seleksi. Padahal kupikir bila ia lolos seleksi, orang tuanya bakal kagum.
Dira selalu berpikiran bahwa ia hanya ingin sih sayang kalian seutuhnya bukan hanya uang dan uang. Lagu All Of The Stars yang dinyanyikan oleh Ed Sheeran terdengar dari HP nya. Dia pun pribadi mengangkatnya.
"Dira, kau sanggup keruangan mama kini sambil membawakan kertas resep buat pasien? Minta tolong Kak Dika untuk mengantar jangan lupa kertasnya ada di laci kamar mama."
Ternyata itu yaitu telepon dari mamanya.
"Bisa, ma. Tunggu, ya," Jawab Dira.
Mama pribadi mematikan teleponnya terlebih dahulu. Dira segera menghampiri kak Dika yaitu kakaknya yang sedang merendam kakinya di kolam renang rumah mereka.
"Kak anterin Dira ke rumah sakit ya, kak," kata Dira.
"Lah mau ngapain, dir?"
"Mau ke mama. Karena mama minta tolong saya untuk mengambilkan kertas resepnya?" jawab Dira.
"Oke, yuk." kakaknya pun menyetujuinya.
Sesampainya dirumah sakit, Kak Dika tetap menunggu di mobil. Dira meminta izin kepada suster untuk menemui mamanya ketika sedang praktek. Setelah izin, ia segera menemui mamanya diruang kerja yang kebetulan sedang istirahat, mamanya Dira yaitu seorang Dokter Obgyn.
"Ma, ini," kata Dira.
"Ya makasih, pulang sana. Suster, lanjut." Balas mamanya dengan ketus sambil menyuruh suster memanggil pasien berikutnya.
Padahal Dira tidak tau apa kesalahannya. Dira pun pulang ke rumahnya. Setelah hingga dirumah, Dira tertidur di sofa ruang tamu. 4 jam kemudian, Dira pun terbangun dan melihat sekitar. Entah kenapa, kepalanya sangat pusing, suhu badannya juga naik. Disampingnya, ia melihat ada mama yang sedang membawa bejana berisi air dingin.
"Kenapa, ma?" tanya Dira
"Santai-santai aja, mandi dulu sana bau." Jawabnya ketus menyerupai tadi.
Dira pun jalan ke kamar nya dengan lemas dan ngantuk. Untuk menuju kamarnya, ia harus melewati kolam renang terlebih dahulu. Karena ngantuk, Dira terpeleset dan tercebur di kolam renang setinggi 2 meter. Dira berteriak minta tolong kepada penghuni rumah alasannya ia tidak sanggup berenang. Setelah itu, ia pun tak sadarkan diri.
Ketika terbangun, Dira sudah berada di rumah sakit daerah mamanya bekerja. Ternyata waktu sudah membuktikan jam 9 malam. Disamping Dira ada suster yang sedang memberiku cairan infus melalui tangan kirinya. Agak nyeri rasanya.
"Nyeri sayang?" Katanya dengan halus.
"Sedikit tapi nggak apa-apa kok," jawab Dira,
"Suster, kalau boleh tau, yang mengantar saya kesini siapa?" tanya Dira.
"Mama kau sayang," jawabnya, "Dira, ini jangan ditarik tarik ya kalo tidur juga hati hati." Setelah selesai, ia keluar.
Keesokan harinya Dira melihat anak kecil disebelah ranjangnya tersenyum manis, namanya Fasya. Dira pun membalas senyumnya.
"Hai, kak. Kakak sakit apa? Kakak namanya Dira ya kak?"
"Iya, sayang. Aku cuma demam biasa kata dokter, sebenernya masih dilakukan pengecekan lanjutan nanti," jawab Dira.
"Ooo gitu, abang istirahat, ya. Semoga semuanya baik baik aja," timpalnya.
"Makasih Fasya, kau juga,"
"Hm anak ini tabah banget ya," batin Dira dalam hati.
Tiba-tiba dokternya Dira yang berjulukan Haura masuk ke dalam kamar.
"Hai, Dir. Bagaimana kondisimu?" tanya Dokter Haura.
"Susah jelasinnya, dok," jawab Dira.
"Dokter periksa dulu, hasil investigasi total kemarin sudah keluar. Kamu positif anemia," katanya. Dira hanya sanggup diam. Lalu, Dokter Haura menciptakan dagelan lucu Dira pun tertawa.
"Dir, kalau nanti malam keadaanmu udah pulih, besok pagi kau boleh pulang. Tapi obatnya tetep dilanjutin, oke?"
"Iya, dok," jawab Dira. Lalu dokter Haura menghampiri anak kecil disamping ranjangku. Mereka bercanda canda ria.
3 hari kemudian, ia masih di rumah sakit. Kondisinya makin memburuk, alasannya komplikasi. Dira melihat Fasya. Disampingnya terdapat beberapa obatnya.
"Fasya," Dira memulai percakapan.
"Iya, kak?" jawabnya.
"Kamu nggak minum obatnya?"
"Nunggu dokter, kak."
Tidak usang kemudian, seorang dokter memasuki kamar kami dan menuju ranjang Fasya, Dira kenal dokter itu. Namanya dokter Risa, ia yaitu dokter yang menangani Fasya.
"Fasya, bagaimana keadaanmu?" tanyanya ramah kepada Fasya.
"Pusing, dok," kata Fasya jujur.
"Minum obat dulu, yuk? Udah makan belum?" tanyanya.
"Udah makan, dok. Tadi disuapin suster tetapi belum minum obat alasannya saya nunggu dokter," jawabnya.
"Yaudah minum dulu ya, berdiri sayang." kata dokter Risa sambil menyuapi obat untuknya dengan lembut.
5 menit kemudian, Dokter Haura yang masuk ke kamar mereka dan menghampiri Fasya dan Dokter Risa. Mereka bertiga mengobrol bersamaan dengan Dokter Risa yang menilik Fasya. Tiba-tiba, Dira mencicipi pusing yang amat hebat. Ia menjerit, kedua dokter itu dan Fasya kaget. Lalu dokter Haura menghampirinya.
![]() |
| Dimana Lagi Aku Bisa Merasakan Kebahagiaan? Karya Tyas A |
"Dira? Kenapa kau sayang?" tanyanya.
"Mual dok, kepalaku pusing banget," jawab Dira.
"Yaudah," kata dokter Haura enteng sambil mengalihkan perhatiannya ke Fasya.
Akhirnya dokter Risa menghampiriku dan berkata, "Dira, kau tidur aja. Dokter tau kau jago dan kuat," jawabnya sambil meninggalkan Dira.
Tidak usang kemudian, Fasya sudah tertidur. Dira pun menangis alasannya sakit di kepalanya. Lalu, Dokter Risa menghampirinya.
"Dir, kau kenapa? Lihat dokter dong sayang," katanya lagi sambil meletakkan tangannya diatas kepala Dira. Dira hanya menggelengkan kepala tanpa memandangnya.
Lalu, Dokter Haura menghampirinya.
"Dir, kenapa sih? Nanti kondisimu memburuk lagi, jangan stress," kata Dokter Haura. Akhirnya Dira memandang mereka. Dokter Risa menghapus air matanya dengan tisu sedangkan Dokter Haura memegang kepalanya.
"Dira, ayo jujur sama dokter, dokter sayang sama kamu," kata Dokter Haura.
"Mukamu pucat banget, Dir," timpal Dokter Risa. Akhirnya Dira memandang dokter-dokter itu dan berkata, "Makasih buat kalian, tapi.." sebelum melanjutkan perkataannya, Dira pingsan. Kedua dokter itu panik dan memanggil suster untuk membantu mereka.
5 jam kemudian, Dira sadar tetapi masih terbaring lemas di ranjangnya. Tiba-tiba, Dokter Risa masuk dan menghampiri Dira.
"Dira," sapa Dokter Risa. Tetapi Dira tidak menghiraukannya.
"Dira, mamamu kecelakaan." kata dokter itu singkat. Dira pribadi shock dan berkata bahwa ia ingin bertemu mamanya. Sesampainya di ICU, Dira melihat mamanya lemas tak berdaya. Kata suster, mamanya mengalami kerusakan ginjal sedangkab belum ada pendonornya. Dira memperlihatkan diri, suster pun kaget. Dia bilang bahwa itu mustahil, tetapi Dira takut bila mamanya harus pergi dari hidupnya. Dira tertidur disamping mamanya dan memeluknya. Ketika terbangun, ada Dokter Haura disampingnya.
"Dokter, Mama?" kawabku. Dira hanya menyebut-nyebut kata 'mama' sambil menangis.
"Lebih baik saya mati dibanding melihat mama terbaring lemah, dok. Aku rela," timpal Dira sambil menangis lagi.
"Dira, nggak ada yang tau kapan janjkematian kita, tabah sayang."
Dira benar benar frustasi dan hanya ingin mamanya sadar alasannya ia sangat sayang mamanya. Dalam pelukan Dokter Haura, Dira sesak napas secara mendadak. Dia pun ditangani oleh Dokter Haura dan suster di ruang rawatnya tetapi kondisinya semakin memburuk. Dokter Haura menenangkannya dan berkata bahwa mamanya tidak apa apa, ia hanya sanggup terus menangis. 5 menit kemudian, Dira sudah tertidur pulas.
Keesokan harinya, Dira dikabarkan bahwa operasi mamanya berhasil. Ketika diberitahu oleh Kak Dika, ternyata pendonor ginjalnya itu yaitu Dokter Haura. Dira sangat berterima kasih kepadanya.
3 hari kemudian, kondisi Dira sangat membaik dan diperbolehkan pulang. Dokter Haura sangat senang melihat kemajuan dari kondisi kesehatan Dira. Namun dalam perjalanan pulang, kendaraan beroda empat yang dikendarai Dira dan supirnya mengalami kecelakaan. Mereka masuk UGD dan para dokter pun segera menangani Dira dan supirnya. Dira mengalami kekurangan darah dan supirnya meninggal dunia. Dokter Haura sangat sedih melihat kondisi Dira menyerupai itu.
Malammnya, Dira kritis dan tak sadarkan diri. Sebelum transfusi darah dijalani, sempurna jam 1 malam, Dira meninggal dunia di ulang tahunnya yang ke 13 tahun. Semua menangisi kepergiannya termasuk Dokter Haura dan mamanya menangis histeris. Setelah semua alat dilepas dari tubuh Dira, Dokter Haura menemukan sebuah surat di kantong celana Dira.
Depok, 27 Juni 2014.
Untuk semua yang pernah ada dalam hidupku. Ma, Pa, saya sangat merindukan kasih sayang kalian. Aku iri alasannya diluar sana banyak anak yang menerima kasih sayang orang tuanya secara utug. Aku sayang kalian. Boleh saya bertanya? Dimana saya sanggup mencicipi kebahagiaan? Terima kasih untuk 13 tahun yang kalian berikan untuk Dira dan juga Kak Dika yang senantiasa ikut menjagaku.
Untuk Dokter Haura dan Dokter Risa. Bersama kalian, saya merasa tenang. Aku merasa senang bila kalian mengkhawatirkanku. Maafkan saya alasannya seringkali harus menyembunyikan apa yang saya rasakan. Terimakasih alasannya kalian telah senantiasa berada disampingku untuk menjagaku. Aku sayang kalian.
Untuk Fasya.
Fas, abang percaya suatu dikala nanti kau niscaya sembuh. Kakak sayang kau dan akan selalu mendoakan kamu. Sembuh ya, sayang.
Aku ingin kalian semua untuk tidak melupakan aku. Dan tolong lihat halaman web kumpulan dongeng pendek di internet atas nama Adira Fahira.
Salam sayang, Adira Alleandra Fahira.
Keesokan harinya, Dira dimakamkan disamping makam eyangnya. Semuanya berkumpul, termasuk staff rumah sakit dan teman-temannya. Selamat Jalan Dira, kami selalu sayang denganmu. Seminggu kemudian, keempat ceritanya yang ia post di salah satu media pengiriman cerpen akibatnya lolos moderasi sekaligus. Keluarga, Dokter Haura, dan Dokter Risa kaget alasannya ia menyembunyikan itu semua. Semua perjuangan Dira berharga, ia tetap membanggakan orang-orang disekitarnya meskipun telah tiada. Dalam keempat dongeng itu benar-benar tertulis goresan pena yang tak absurd bagi mereka, yaitu goresan pena Dira.
Profil Penulis: -
Advertisement
