Cinta Dipenghujung Nafas Karya Dhafizha Nizza Nurazizah Amni

Info Populer 2022

Cinta Dipenghujung Nafas Karya Dhafizha Nizza Nurazizah Amni

Cinta Dipenghujung Nafas Karya Dhafizha Nizza Nurazizah Amni
Cinta Dipenghujung Nafas Karya Dhafizha Nizza Nurazizah Amni
CINTA DIPENGHUJUNG NAFAS 
Karya Dhafizha Nizza NurAzizah AmNi

“Ya  Allah sungguh perih penyakit yang kau titipkan pada hamba-Mu yang lemaah ini” lirihku pelan sambil tetap meneruskan mengetik dimeja kerjaku, sebisa mungkin kutahan rasa sakit ini dan terlihat baik didepan teman-teman kerjaku, biar tak ada yang mengetahui bahwa Aku sedang berjuang melawan rasa sakit ini. Namaku Naima, ketika ini Aku sudah bekerja disalah satu perusahaaan penerbit buku sebagai salah satu penulis yang dianggap berbakat. Tiba-tiba telepon disampingku bordering, ya itu managerku yang memanggilku biar segera keruangannya.

Namun dalam langkah kakiku entah mengapa terasa berat dan sulit untuk ku gerakkan, hingga pada hasilnya Aku hmpir terjatuh kalau bukan Zaskia yang menahan badan yang semakin lemah ini,

“MasyaAllah, Nai. Wajahmu kok pucat sekali” cemasnya
“Aku baik-baik aja kok, Zas. Sukron ya”ucapku seraya kembali berjalan. Namun, rasa sakitku itu kembali menyerang kepalaku yang pada hasilnya membuatku  hampir menjerit menahan sakit, tiba-tiba semuanya menjadi gelap dan akupun tak ingat apa yang terjadi selanjutnya.

Perlahan-lahan Kubuka mataku seberkas cahaya pun masuk melalui kornea mataku. Suasana ruangan ini sudah tak gila lagi, ya ini rumah sakit kulihat Zaskia dengan wajah sembab yang kutahu dia gres saja menangis. Aku pun menyapanya, namun tangisnya kembali pecah. Akupun berusaha menghibur dan menguatkan sahabatku yang sangat Aku sayangi ini. Dan memintanya untuk tidak menyampaikan perihal penyakitku kepada siapa-siapa termasuk orang renta serta kakakku yang selama ini kurasakan tak begitu memperdulikanku, dan Zaskia hanya mengangguk setuju.

Dengan langkah gontai Aku mengetuk pintu rumahku. Kutarik nafas dalam-dalam dan bersiap-siap, mendapat omelan Papa lagi. Namun malam itu tampaknya berbeda, suasana rumah tampak ramai, hingga untuk ketiga kalinya Aku mengetuk pintu barulah dibukakan oleh Lia, Kakakku. Diapun menyambutku dengan tersenyum hal yang sangat langkah kudapati. Akupun mengucapkan salam kemudian masuk, pas diruang tamu Papa pribadi bangun ketika melihatku. Beliau begitu damai tak ada sedikitpun tanda bahwa dia akan memarahiku.

“Kok telat pulang, Nak?” tanyanya lembut
“Naima…Nai gres selesai ngerangkum novel ke-5, Pa. Makanya Nai telat” ucapku berbohong. Papa masih terlihat damai dan tersenyum”Lain kali, kasih kabar dulu, Nak. Oh iya, ini ada keluarga Pak Yoga sahabat usang Papa. Mereka tiba untuk melamar kakakmu”ucap Papa. Aku pun gres tahu kenapa Papa setenang itu, Aku pun berpaling dan kaget melihat laki-laki itu. Ya dia Kak Yusril, sosok masa laluku yang hingga ketika ini belum sanggup kulupakan. Diapun sama kagetnya denganku, buru-buruku menunduk dan mengatupkan 

Kedua tanganku demi menyapa mereka.

“Ini Naima ya, Tante ngak tahu ternyata kau putri Pak Anwar juga” ucap Tante Mia. Aku tak pernah menyangkah dia masih mengingatku,”kamu tampak semakin anggun ya sayang” pujinya
“Naima, kau tampak pucat ada apa, Nak?”tegur Mama.
“Naima baik-baik aja, MA” kurasakan sesuatu yang hendak meleleh, kusentuh hidungku dan kaget karna Aku kembali mimisan. Kututup hitungku kemudian pergi kekamarku menuju kamar mandi. Setelah kubuka kerudungku, Aku pribadi menyiram kepalaku yang terasa panas. Kudengar pintu kamar mandi diketuk dan itu ialah Mama. Setelah yakin darah tak keluar lagi, akupun mengganti gamisku yang berair dengan baju mandi yang kugantung dipintu kamar mandi.
“Nai, ada apa, Nak? Apa kau sakit?”seraya meraba keningku”Ya Allah, Nai. Badanmu panas sekali”
“Nai, Cuma kecapean Ma. Mama ngak usah kawatir ya.”
“Ya sudah, kau istirahat yang banyak ya, Nak. Mama turun dulu”

Akupun mengganti pakaian menggunkan piyama. Akupun segera menunaikan salat isya dalam doa tak henti-hentinya memohon biar Allah tetap memberiku ketegaran dan kesabaran. Selesai salat, Akupun beranjak kemeja tulisku dan meraih buku diaryku. Kutulis semua curahan hatiku dan juga wacana kak Yusril. Bertahun-tahun sudah saya berusaha melupakannya, namun sangat sulit. Andai saja perempuan yang akan dinikahinya bukan kakakku, pastilah kutakkan terluka separah ini. Akupun sadar tak boleh berharap padanya, sebab mengingat waktuku takkan usang lagi.

2 Minggu setela pertemuan antara 2 keluarga, dirumah pun tampak mulai ramai dikunjungi sanak keluarga. Akupun ikut sibuk mengurus segala keperluan Kak Lia, namun 2 hari menjelang hari sacral keduanya. Aku minta izin kepada Mama untuk kembali bekerja sebab novelku yang akan segera diterbitkan dan Aku belum selesai mengetik ucapan terima kasihku.

Cinta Dipenghujung Nafas Karya Dhafizha Nizza NurAzizah AmNi

Selesai meeting kerja, Aku kembali keruang kerjaku bersama Zaskia, yaa Zaskia tahu Aku sedang bersedih, mengingat wacana Kak Yusril yang akan segera menikahi Kakakku. Namun, tiba-tiba Aku terjatuh menabrak pintu ruang kerjaku. Ya Allah sakit itu kembali terasa, tubuhku mengigil kedinginan- sayup-sayup kudengar Zaskia menjerit histeriz dan panic, mataku berkunang-kunang dan semuanya gelap.

Sudah 2 hari Naima tak sadarkan diri, selama itu Zaskialah yang setia menemani sahabat yang sangat ia sayangi itu. Hp Naima pun bordering dan terlihat no.tak dikenal menghubungi. Dengan ragu Zaskia mengangkatnya, rupanya itu Kak Yusril. Betapa kagetnya Yusril sebab yang mengangkatnya bukan Naima.

“Maaf, Kak. Ini memang no Naima. Tapi ketika ini Naima krisis sudah 2 hari dia koma. Dan tak seorangpun keluarganya yang berusaha menghubunginya. Hingga Kak Yus menelpon”ungkap Zaskia, sesudah mendapat Info wacana keberadaan Naima, Yusril pun  pribadi menuju rumah sakit tak peduli larangan Neneknya yang menyampaikan pamali baginya keluar sebelum program besok pagi.

Yusril pun tak habis pikir melihat sosok Naima, terbaring lemah dan tak berdaya dibantu dengan pelatan medis, Zaskia terus berdzikir sambil menggenggam tangan Naima. Yusril sangat heran hingga hatikah orang renta Naima tak mencari kabarnya sesudah 2 hari tak pulang. Kebingungan Yusril terhenti ketika Hp Naima kembali bordering itu ialah Mama NAima. Zaskia pun meminta Kak Yusril yang berbicara. Dengan ragu Yusril menerimanya, bunyi Mama Naima terdengar lirih dan cemas dengan hati-hati Yusril pun memberitahukan kondisi Naima.

Mamapun histeris dan segera beranjak hendak menuju rumah sakit dengan dihantar oleh Papa dan Lia yang setengah mengomel kalau Naima hanya suka menciptakan mereka susah saja. Mamapun pribadi memburu badan Naima yang terbaring dengan wajah sedih melihat putrid bungsunya terkapar tak berdaya.

“NAima mengidap kanker otak stadium 4 tante, Kia juga gres tahu 2 ahad yang kemudian ketika Nai pingsan dikantor. Kia pernah kesepakatan biar tak bilang kepada siapa-siapa. Tapi melihat kondisi Nai yang sekarang. Kia yakin NAi butuh keluarganya disampingnya” tangis Zaskiapun kembali pecah
“MAsyaAllah, betapa saya Ibu yang jahat…”tangis Mama pun ikut pecah. Papa yang selama ini keras dan hirau tak hirau pada Naima, hasilnya luluh dan mencicipi kesedihan mendalam. Diapun teringat pernah berkali-kali menampar Naima jikalau ia telat pulang ataupun jikalau terjadi perselisihan antara dia dan Lia. Wajahnya pun terlihat kusut mengingat dirinya telah berlaku tak adil dalam hidup Naima.

Akupun mulai sadar dan melihat keluargaku berkumpul diruangan ini. Melihat kesedihan diwajah mereka Akupun berusaha tersenyum sebisaku. “Jangan bersedih Maaa, Paa, Kak… bukankah ,..ka..li..an se..nang bila Nai sudah tiada… de..ngan itu…ti.dak akan ada lagi.. yang.. buat kalian murka ..da..n ke..sal” ucapku dengan bunyi lemah dengan nafas yang berat. Mama menggenggam erat tanganku yang sudah sangat lemah. Begitu penuh kehangatan, mama mengusap wajahku yang pucat melihat air mata yang jatuh membashi pipi ini. “Sayang, kena..pa kamu… menyembunyikan ini semua, Nak…… Maafkan mama….. Maafkan mama yang selama ini mengabaikanmu….. Mama kesepakatan akan senantiasa merawatmu, Mama akan usahain supaya kau sanggup sembuh, Nak”tangisnya. Ya Allah begitu tulusnya ucapan Mama, maafkanlah hamba yang sudah menciptakan Mama hamba menangis ya Allah.

Papa pun mendekat kemudian ikut menggenggam tanganku dengan bunyi serak ia mengucapkan maaf dan meratapi sikapnya kepadaku yang kubalas dengan gelengan kepala. Sungguh sakit melihat dia menangis, bahkan mengalaahkan sakit ketika tangan kekar itu menampar wajah ini. Dengan nafas yang berat akupun memintanya berhenti menangis. Kak Yusril pun mendekat dan meminta ruang biar ia sanggup lebih akrab lagi denganku. Papa pun berpindah daerah kesebelah kiri perbaringanku.

“Nai, kau masih ingat masaa kemudian kita kan, sungguh Aku tidak sanggup melupakannya, ketika Umi memintaku untuk segera menikah saya ingin mencarimu. Tapi, saya sama sekali tak punya alamatmu, hingga Abi menyampaikan biar saya menikahi anak sahabatnya, akupun berdasarkan saja. Pertemuan malam itu ketika saya menyadari kau ternyata putrid bungsu sahabat papaku. Aku sedih, mengapa langkahku untuk menunaikan janjiku terhenti, untuk menjadikanmu kekasih yang halal tak tercapai, tapi perlu kau catat Nai. Aku slalu mencintaimu, sepanjang nafas ini” ungkapnya, Akupun menangis ternyata Kak Yusril pun masih menyayangiku. Kulihat wajah Kak Lia sangat kaget dengan legalisasi Kak Yusril, diapun memalingkan kepala tak berani menatapku. Kak Lia pun mendekat ketika Papa memintanya mendekat, Kugenggam tangan Kak Lia, dia pun mulai menangis. Aku kembali menatap Kak Yusril
“Kak, jaga Kak Lia ya, jadi…kan ia bida…da..ri hatimu.”ucapku. “Aku bersyukur dipenghujung hidup ini, keluar….ga… yang ku….rindukan… dan nan…tikan kini bera…da didekatku. Deng..an begitu Naima sanggup tidur dengan tenang.”lirihku.
“kamu jangan bilang begitu Nai, Kamu harus berpengaruh Nak. Kamu niscaya sembuh sayaang”lirih Papa

Aku hanya menggelengkan kepala dan berusaha menguatkan beliau. Ya,Allah inikah ketika kupergi. Aku menangis kutatap wajah waajah orng yang saya sayangi ini, dengan lirih saya mengucapkan kalimat Lailahaa Ilallah dan tersenyum hingga nafas ini berakhir, membawa cinta dari orang-orang yang senantiasa kucintai dan kini hanya sanggup menangis melepas kepergianku.

The End

Profil Penulis: 
Writter: Dhafizha Nizza NurAzizah AmNi


Advertisement

Iklan Sidebar