A Strange Feeling From Bestfriend To Bestfriend Karya Helvi Mei Sari

Info Populer 2022

A Strange Feeling From Bestfriend To Bestfriend Karya Helvi Mei Sari

A Strange Feeling From Bestfriend To Bestfriend  Karya Helvi Mei Sari
A Strange Feeling From Bestfriend To Bestfriend  Karya Helvi Mei Sari
A STRANGE FEELING FROM BESTFREIND TO BESTFRIEND
Karya Helvi Mei Sari

Sebuah Rasa Aneh dari Sahabat untuk Sahabat

Hari ini ku duduk membisu di teras rumah. Di temani senja dengan hamparan langit jingga di hadapan. Serta semilir angin yqng menyejukkan, yang bisa menerbangkan sang pikiran untuk mengingat kenangan di masa lalu.

Yah. Kenangan itu. Kenangan tak terlupakan. Kenangan tentangnya. Kenangan dengan sebuah dongeng yang dimulai 4 tahun yang lalu.
  
Baiklah. Ini aku. Seorang gadis kecil dengan banyak sekali macam problematika kehidupannya. Namaky May. 4 tahun yang lalu, tepatnya di 2013, saya resmi menjadi salah satu siswi Sekolah Menengan Atas yang ada di daerahky. Aku resmi memasuki zona putih abu-abu. Aku resmi menjadi pecahan dongeng di masa putih ababu-abu. Masa yang katanya paling indah dan berkesan. Yah. Dan memang benar adanya. Aku membuktikannya.
  
Setelah hari terakhir MOPLS, kami para siswa gres bergegas mencari kelas gres kami. Dan yah, ku dapati namaku "Nur Maya Sari" tertera didepan kelas X.3. Ku coba mencari nama yang Latin. Dan Alhamdulillah, secara kebetulan akupun sekelas dengan dua orang sobat SMPku.
  
Esoknya, saya tiba dan masuk ke kelas dengan rona wajah penuh semangat. Namun suasana masih nampak asing. Hanya dua orang yang gres kukenali. Hal ini masuk akal terjadi di masa-masa awal menyerupai ini. Aku tak mempermasalahkannya dan saya pun menikmatinya.

Singkat cerita, kami menjalani hari-hari penuh semangat. Berminggu-minggu, saya sudah erat dengan semua siswa dikelas. Dan berbulan-bulan setelahnya, diantara semua siswa laki-laki yang erat denganku, ada salah seorang diantaranya yang bisa dibilang "yang terdekat diantara yang dekat". Yah. He's my best friend. Namanya Wahdin. Entah bagaimana mulanya saya bisa sangat erat dengannya. Mungkin lantaran seringnya kami ke sekolah disore hari, untuk sekedar bersih-bersih dan membenahi kelas. Maklumlah, wali kelas kami memang sangat teliti dalam urusan kebersihan dan keindahan kelas. Dan masuk akal saja, kelasnta selalu mendapat juara umum I pada lomba 7K tiap semesternya. Selain lantaran itu, mungkn juga lantaran terlalu seeing debate tidal jelas. Akhirnya selalu ada dialog setiap hari. "Debat" disini dalam artian yang berbeda. Yang topiknya take terperinci wacana apa. Yang didalamnya selalu ada tawa yang menyertai. Yah, mungkin lantaran itu. Mungkin.

Hari demi hari terlewati. Sejak itu, hariku selalu dipenuhi semangat yang tak pernah surut. Senyum dan tawa pun tak pernah pergi meninggalkanku sendiri. Hingga seiring berjalannya waktu, kuarasakan ada hal yang berbeda. Sangat berbeda. Aku selalu ingin berada didekatnya. Aku selalu ingin beliau hadir di setiap pecahan kecil dalam ceritaku. Dan yang pqling berbeda yaitu ada sesuatu yang terjadi pada hatiku. Sesuatu yang membuatnya mengusir semangatku pergi, ketika ku melihat Wahdin dengan yang pain. Apa INI ? Aku tak tau. Seperti inikah rasa sebagai seorang Sahabat ? Tidal. Aku pun tak tau harus bagaimana memaknai rasa ini. seiring berjalannya waktu, kami semakin dan semakin erat hingga rasa "aneh" itu bukannya menghilang namun justru kian tumbuh dan tumbuh. Setiap hari ku bercanda dengannya. Aku seeing membantunya mengerjakan tugas-tugasnya. Dia pun sering mengantarku ketika pulang sekolah.
  
Hingga di suatu ketika, smangatku tiba-tiba hilang entah kemana. Senyum dan tawaku tak lagi ingin menemaniku sesering dulu. Ketika ku sanggup fakta yang benar-benar mengejutkanku. Fakta bahwa beliau menjalin relasi dengan salah seorang sobat kelasku, Ervi. Yah, entah kenapa ada sesak. Seolah oksigen menolak masuk ke tubuhku. Apa ini ? Wahdin adalag Sahabatku. Seharusnya saya pun bahagia. Tapi tidal. Yah, Tidal. Ini bukan rasa sebagai sahabat, tapi lebih dari itu. Sejak itu, sikapnya tetap tak berubah denganku, masih menyerupai yang dulu. Sedangkan saya ? Aku pun masih sama. Meski sebenarnya, di dalam hati, ku ingin menjauh dan menjauh, sebagai suatu cara untuk  mengusir rasa "aneh" itu dari dalam hatiku. Rasa asing yang takkan menjadi rasa anggun di masa depan. Berbagai cara ku coba lakukan. Tapi tak pernah berhasil. Memang suatu hal yang sulit. Aku sekelas dengannya. Setiap hari bertemu dengannya. Dan beliau tidak pernah gagal membuatku tertawa.

A Strange Feeling from Bestfriend to Bestfriend  Karya Helvi Mei Sari

Setelah sekian cara ku cpba lakukan, tak ada yang berhasil. Justru rasa asing itu tak kunjung pergi. Sakin bertambahnya rasa asing itu, semakin besar pula sesuatu yang seolah menyumbat terusan nafasku. Seolah menghalangi oksigen masuk ketubuhku. Sesak. Sakit. Namun tak tau dimana obatnya.
  
Beberapa bulan setelahnya, relasi Wahdin dan Ervi terhenti. Sudut bibirku mulaai mengukir senyum kembali. Namun lagi- lagi, fakta bahwa Wahdin ternyata masih menyi.pan rasa untuk Ervi, menciptakan tabrakan senyum itu hilang kembali. Aku tau itu. Yah, lantaran saya sahabatnya. Tak usang sehabis itu, yernyata Ervi telah menjalin relasi dengan seorang abang kelas. Aku pun tau bahwa Wahdin mencicipi sakit ketika itu. Namun ketika pikirannya telah terbuka, beliau pun mencoba melupakannya. Hingga dongeng kami seolah kembali menyerupai di awal cerita. Dekat dan sangat dekat. Ukiran senyum itu kembali. Namun tidak dengan hatiku. Masih ada sakit dan sesak. Karena apa? Karena saya tak pernah tau, apakah rasa asing itu juga ada dalam hatinya. Ah ....... Entahlah.... Aku tak pernah berani mengatakannya. Rasa takut selalu saja menghampiri.
  
Di selesai semester dua, saya mendapat tanda. Tanda kecil yang selalu berhasil menciptakan otakku berfikir keras. Tanda kecil yang menciptakan kepalaku selalu dipenuhi tanda tanya. Ku rasakan bahwa beliau pun mempunyai rasa asing itu dalam hatinya untukku. Dari test psikologlah, yang iseng ku coba padanya. Dan dari ucapan teman-temannya yang spontan.
  
Tapi lagi dan lagi, rasa sesak dan sakit lantaran karena lainnya kembali datang. Dikelas XI, saya berada di kelas yang berbeda dengannya. Aku di XI IPA 3 dan beliau di XI IPA 1. Dan bersama Ervi. Mulai ketika itu, kekhawatiran selalu saja berada di sampingku. Terlebih di ketika itu saya makin ada jarak dengannya. Dan jarak itu seolah terus bertambah dan bertambah saja. Terlebih lagi, ketika di suatu malam, ketika ada dialog dengannya di sosial media. Konflik itu muncul. There's a  little problem at the time. Tapi kata "little" itu kian usang berkembang menjadi "big". Yeah, there is a big problem. Yang menciptakan jarak kami jauh dan sangat sangat jauh. Bahkan tak ada komunikasi sedikitpun hingga berbulan-bulan. Yang semakin menambah sesak di dadaku. Ingin ku jadikan hal itu sebagai upayaku untuk menjauh dan menghilangkan rasa asing itu, tapi faktanya logika dan hatiku benar-benar tak sejalan. Hatiku masih mengunci rapat-rapat rasa asing itu di dalamnya. Tak ingin melepasnya. Sangat lama. Hanya sesak yang setia berada dalam hatiku

Hingga tibalah, hari Ied, ku putuskan untuk meminta maaf padanya meski tak secara langsung. Lama dan usang tak ada balasan. Baiklah, saya pasrah. Namun dua hari setelahnya kesannya ada balasan. Dengan ucapan yang sama. Sejak itu, sudah ada sedikit komunikasi. Hanya sedikit. Dan dari situ ku ketahui, bahwa rasa penasaranku belakangan ini juga dirasakan olehnya. Terbukti dengan kuterimanya tiga Kali "salam" darinya melalui tiga orang yang berbeda pula.
  
Hingga di suatu malam. Tepatnya Sabtu malam, 28 February 2015, ada dialog dengannya. Via SMS. Awalnya biasa saja. Hingga ada jawaban yang seolah memberiku sayap dan membuatku terbang. Seolah membuka gembok di hatiku dan melepaskan rasa sesak yang tak mau pergi itu. Apa yang beliau katakan ? 

"Aku sayang kamu, May". Lama ku diamkan. Kuanggap beliau bercanda lantaran memang beliau orangnya sangat humorist. Hingga ku coba mengirimkan jawaban "Jangan bilang begitu, nanti ada yang marah". "Tidak May, saya hanya suka padamu". Balasan kali ini kembali menciptakan kepalaku tak tau harus memikirkan apa. Ku coba tanyakan wacana keseriusannya itu. Dari sekian banyak pertanyaanku, sebanyak itu pula beliau meyakinkanku. Aku masih tak percaya, hingga ku coba mengalihkan pembicaraan. Dan ku berharap beliau akan mengatakannya pribadi dihadapanku.
  
Tapi lagi dan lagi, rasa "sesak" itu kembali masuk dan terjebak dalam hatiku. Karena di sekolah, tak ada tanda bahwa kalimat itu pernah ia keluarkan untukky. Dia hambar dan sangat cuek. Apakah ia lupa dengan yang pernah ia katakana malam itu. Kenapa sikapnya sangat berbeda. Seolah menjauh. Ah .... Apa ini hanya lawakan ? Tidak. Ini problem hati yang take bisa di jadikan lelucon. Dan kenapa pula rasa "aneh" itu tak kunjung keluar, pergi dan menjauhi hatiku. Ah.... Hati dan logikaku kembali beradu. Baiklah, semenjak itu saya dan beliau masih menyerupai biasa ( bukan menyerupai di awal cerita) . Biasa. Seolah hanya teman. Bukan lagi Sahabat. Dan lagi-lagi ku pertanyakan. Apa hati ini gila? Kenapa ia tak ingin melepaskan rasa asing itu.

Lama dan usang beliau kembali erat denganku. Namun dengan alasan yang berbeda. Dia selalu meminjam buku-bukuku. Dia selalu memintaku mengerjakan tugas-tugasnya. Bahkan hingga di kelas XII sekalipun. Entah kenapa, logikaku menjadi antagonist, "Sadarlah.. Dia hanya memanfaatkanmu ". "Ah.. Tidak. Tidak. Dia baik, dan tak mungkin ia berniat menyerupai itu", hatiku sangat mrmbantahnya.

Ku coba membantunya semampu, sebisaku, dan seikhlasku. Ada perasaan puas sehabis saya sanggup membuatnya tersenyum. Namun sehabis ia berlalu, "rasa sesak" itu lagi-lagi mendominasi. Ah.. Apa lagi ini?
  
Menjelang semester akhir, lagi-lagi kudapati fakta yang menyesakkanku. Ketika telingaku menangkap sebuah kalimat dari teman-temanku, " Ituloh, anak kelas XII ada relasi dengan anak kelas X, Wahdin dan Fatimah". Aku berlagak hirau dengan info itu, namun tidak dengan hatiku yang seolah ingin melompat keluar dan meninggalkanku. Oh, inikah arti dari perilaku cueknya selama ini. Ku coba tanyakan padanya, namun ia take pernah mengakuinya. Ah sudahlah. Aku mulai bosan dengan rasa asing dalam hatiku. Ku coba mengikuti alur, mengikuti takdir dan membuang jauh-jauh  impian itu. Harapan yang hanya akan menjadi sekedar impian hingga di hari perpisahan.
  
Di hari terakhir kami di masa putih abu-abu, tolong-menolong ingin ku ceritakan ini. Namun nyaliku tak sebesar itu. Keberanianku tak hingga pada tahap ini. Because, actually I'm an introvert person. Hingga rasa itu dan dongeng itu hanya bisa ku debut "Cinta dalam Hati" yang tak pernah terungkapkan.

Sekarang. 2017.

Aku di Makassar melanjutkan studyku. Dan beliau ? Aku tau dimana ia kini dan bagaimana pula kabarnya. Kadang ku hanya bisa tersenyum mengingat kisah itu. Tak menyangka. May si pendiam pernah masuk ke dalam zona itu. Zona dengan rasa asing yang tak pernah terungkapkan.

Itu dulu. Dan sekarang, hidupku terasa lebih senang dan bermakna. Rasa sesak itu telàh pergi dan menjauh. Begitu pula dengan rasa yang asing itu. Memorable. Funny. Hurt..... Entah kata apalagi yang sanggup menggambarkan kisah itu.

--- END ---

Profil Penulis:
Nama  Helvi Mei Sari. Mahasiswa Universitas Negeri Makassar. Jurusan Bahasa Inggris.
Facebook : Helvi Mei Sari
Website.   : catatanhelvi.blogspot.com
Instagram : helvimei12
Twitter.     : @helvi_mei

Advertisement

Iklan Sidebar